Drama dan Pengalaman Unik di Bengaluru, Part 1

Dipikir-pikir kalau diceritakan per hari ceritanya akan terlalu detail dan belum tentu menarik, akhirnya diambil bagian – bagian drama dan kejadian yang paling diingat saja, wkwk. Supaya jadi catatan bagi diri sendiri juga untuk perjalanan di kemudian hari.

Tidak Menukar Uang di Indonesia

Sebelum kami berangkat ke Bengaluru, saya sudah bertanya-tanya dengan teman yang sudah pernah ke sana. Kebetulan teman kantor yang sudah tidak sekantor ini baru saja ke Bengaluru bulan lalu. Dia menyarankan untuk tarik tunai saja di India dibandingkan menukar uang di Money Exchange di Indonesia. Dia hitung-hitung rate-nya lebih murah dibandingkan harus tukar ke dolar dulu lalu tukar ke Rupee. Belanja di mana-mana pun bisa memakai kartu debit atau kredit dengan logo Visa atau Mastercard (untuk payment gateway lainnya saya kurang tahu). Saya sebenarnya kurang tahu alasan harus ditukar ke dollar dulu, tapi ternyata money exchange terdekat tidak menyediakan rupee, jadi harus ditukar dollar dahulu kemudian nanti ditukar di India. Kami akhirnya tidak menukar uang di Indonesia, tetapi langsung tarik tunai di ATM di India.

Namun ada yang kurang dalam strategi penukaran uang kami. Karena kami menarik uang tunai di ATM bank swasta India, kami kena charge dari bank tersebut setiap penarikan sebesar ₹200 (saat itu kurs ₹1 adalah Rp205, jadi sekitar Rp41000) dan charge dari Jenius *saya menggunakan Jenius* Rp25000. Uang yang bisa ditarik setiap satu kali transaksi adalah maksimal ₹10000 sedangkan kami mau menarik ₹30000, jadi total biaya penarikan yang kami harus tanggung adalah 3*(41000+25000) = Rp198.000,00, cukup besar bukan? Besoknya kami baru mendapatkan informasi di internet bahwa jika ingin bebas biaya penarikan dari bank setempat harus mengambil di ATM bank milik pemerintah, seperti IDBI (Industrial Development Bank of India) dan State Bank Of India. Kalau menarik tunai di ATM bank negara tersebut, kita tidak dikenai biaya tambahan sebesar ₹200. Biarlah menjadi pelajaran saja, hoho.

money india currency indian
Photo by Sohel Patel on Pexels.com

Kehilangan Uang ± ₹6000

Selain kami mendapatkan rugi akibat biaya penarikan uang, kami juga kehilangan uang sekitar ₹6000 atau sekitar Rp1.230.000. Jadi, saya dan Mba Wid menyimpan uang di tempat yang sama, yaitu di tempat paspor Mba Widya. Kami tidak menyadari secara langsung bahwa uang kami hilang, karena memang semua uang dikumpulkan di satu tempat dan tidak terlihat berkurang karena memang selama dua hari kita hanya memakainya dan tidak menghitungnya. Betapa kagetnya kami saat menghitung sisa uang saat itu, hilang hampir ₹6000, tetapi kami tidak pernah mengeluarkan uang sebesar itu. Kalaupun terjatuh, rasanya akan terlihat oleh kami karena kami selalu memerhatikan satu sama lain wkwkwk. Tapi kalau dicuri, mengapa hanya sebagian yang diambil?.

Setelah kami renungkan bersama, kami pun berspekulasi kalau uang itu hilang diambil saat pemeriksaan tas saat akan masuk ke suatu gedung. Saat itu, dompet mba wid tidak ditaruh di bagian terdalam tas, tapi mudah dijangkau setelah resleting tas dibuka. Pemeriksaan tas berlangsung lama dilakukan di dalam suatu ruangan yang tidak bisa kami pantau, dan karena saat itu kami baru datang, kami pasrah saja, karena kami percaya saja dengan keamanan gedung tersebut. Tapi ini masih spekulasi, belum tentu karena hal itu dan kami memutuskan untuk memasrahkannya saja. Jadi pelajaran kalau kita tetap harus waspada dengan barang bawaan dimanapun dan kapanpun.

Drama Salah Hotel 

Kami hanya mendapatkan akomodasi hotel saat konferensi berlangsung, setelah konferensi berakhir kami perlu mencari hotel dan membayarnya dengan uang kami sendiri. Sebelum kami berangkat, kami sudah memesan hotel lanjutan tersebut. Tentu saja tidak sama dengan hotel yang disediakan oleh kantor. Jika sebelumnya kami mendapatkan hotel bintang 5, kami memesan hotel bintang 1 dengan harga 300ribuan rupiah untuk 3 orang selama 3 hari. Murah sekali bukan? Kami belum membayarnya, hanya booking tanpa jaminan.

Saat hari konferensi terakhir, kami menitipkan koper kami ke hotel sebelumnya agar tidak bawa bawa koper saat konferensi. Jadi rencananya, setelah konferensi selesai, kami akan mengambil barang dan kemudian pindah ke hotel berikutnya. Namun, saat setelah konferensi, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu di mal dekat tempat konferensi dan bertemu dengan dua teman dari sister company (Bukalapak). Kami mengobrol dan membahas pekerjaan di kantor masing-masing hingga tidak terasa tiba-tiba waktu sudah lewat dari jam 9 malam. Mba Wid tiba tiba khawatir untuk pergi ke hotel yang sudah kami pesan tersebut karena letaknya jauh dan kami perlu mengambil barang barang kami di hotel sebelumnya. Sebenarnya, yang paling mengkhawatirkan adalah hotel selanjutnya yang tiba tiba terlihat menyeramkan. Karena merasa tak aman, dan kami belum membayar, kami memutuskan untuk mencari hotel terdekat dan minimal bintang 3.

Saat mencari hotel, akhirnya kami mendapatkan yang terdekat, namun ternyata lebih murah kalau lewat aplikasi pemesanan hotel (A*OD*), ada saja halangan yang melintang. Sinyal hp di foodcourt jelek sekali. Saya akhirnya ke luar foodcourt sebentar dan mencari wifi gratisan yang biasanya ada di warung kopi (coffee shop wkwk). Saat mencari, saya malah terdistract dengan es krim hahaha. Karena saya tidak mau makan berdiri, saya balik lagi ke foodcourt. Saya lupa kalau saya sedang mencari sinyal untuk mendownload aplikasi. Saat sampai di foodcourt, download masih mencapai progres 80% dan stuck sampai situ saja dan tiba tiba tidak bisa berselancar alias inet mati. Teman saya geleng-geleng haha.

Kami pun keluar foodcourt dan kemudian menemukan tempat kopi namun tidak ada wifi. Tetap kami beli sih, dan saya dibeliin wkwk *jajan terus ya kalau dipikir-pikir*. Karena inet saya belum kembali, dan sinyal Mba Wid juga masih lemah, akhirnya keluar Mal dan Alhamdulillah hp Mba Wid mendapatkan sinyal yang mumpuni, punya saya sih masih. Atas saran dari teman sister company, kami akhirnya memesan hotel Holiday Inn Express yang dekat dengan mal tersebut. Kami pun menjemput barang ke hotel kami sebelumnya dan berangkat ke hotel tujuan. Waktu saat itu sudah menunjukkan sekitar pukul 22.30.

Saat sampai hotel tujuan (sekitar 23.30), kami kaget karena pesanan kami tidak terdaftar. Saat dicek kembali, ternyata Holiday Inn Express ada tiga di Bengaluru. Kami tidak teliti dalam melihat detail hotel saat memesan uber. Yang kami datangi adalah hotel yang dekat dengan hotel sebelumnya sedangkan kami memesan Holiday Inn yang dekat dengan tempat konferensi. Sudah hampir tengah malam, dan kami belum sampai di hotel, haha. Dipikir-pikir yang tadinya kami takut kemalaman, eh malah jam segitu masih terkatung-katung haha.

Saat sampai di hotel yang benar, ternyata masih ada drama lagi saudara-saudara. Kami tidak bisa memesan ekstra bed karena memang maksimal berdua dalam satu kamar. Kami berdiskusi terlebih dahulu, padahal sudah jam 1 pagi. Pihak hotel pun memberikan keringanan dengan membolehkan kami untuk sekamar bertiga untuk malam itu namun harus memesan satu kamar lagi esok hari. Alhamdulillah kami pun bisa masuk kamar, dan ternyata memang kamarnya kecil dan kasurnya memang kasur Double Bed yang lebih cocok untuk berdua. Untungnya saat itu saya tidak bisa tidur karena minum kopi sebelumnya. Jadi kami bisa gantian tidur, karena saya baru bisa tidur dari pagi hingga siang hari.

Masih ada cerita lainnya, yaitu bagaimana sulitnya kami mencari nasi putih yang tawar, menemukan pasar Simpang Dago dan Pasar Baru di Bengaluru, berkunjung ke toko yang harga bukunya  sangat murah dan bagaimana kami sulit untuk bertemu dengan kantong kresek di India. Di pos selanjutnya Insya Allah. Terimakasih sudah membaca XD

Mens Sana In Corpore Sano

woman girl silhouette jogger
Photo by Pixabay on Pexels.com

Setelah seminggu di India kemudian langsung lanjut kerja besoknya dan weekend ikut testathon dan balik ke Bogor, tubuh ini tumbang juga. Saat akan berangkat ke kantor pada hari Senin, rasanya badan lemas dan tidak enak, tapi saya berpikir awalnya karena saya kurang istirahat sehingga saya mencoba tidur kembali sehingga berangkat lebih siang dari biasanya. Karena belum membaik, saya akhirnya mengambil sick leave saja untuk istirahat satu hari sekalian saya juga ada pemeriksaan kesehatan lain.

Besoknya, tubuh saya belum membaik juga dan tenggorokan saya gatal. Sindrom flu pun muncul, batuk-batuk sampai pusing dan hidung yang mulai pilek. Saya akhirnya ke dokter umum untuk memeriksakan diri . Setelah konsultasi dengan dokter, ternyata saya kena Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Saya disarankan untuk istirahat selama dua hari di rumah dan menghindari makanan yang berminyak, pedas, dan bertepung, dan perlu banyak minum. Akhirnya saya tidak masuk selama tiga hari pada minggu ini.

Saat tiga hari tidak masuk itu, saya hanya berbaring saja di kosan. Tidak mood untuk melakukan sesuatu yang produktif. Saya hanya tidur , makan, dan minum obat. Saya pun merasa lebih negatif. Saya membayangkan saat masuk kerja nanti rasanya malas sekali. Intinya sih seperti tidak ada gairah hidup, wkwk. Saya mencoba membaca buku. Saya baca beberapa halaman tapi tidak ada yang saya pahami.  Saya menyerah, dan akhirnya istirahat saja.

Alhamdulillah hari ini, hari ketiga, saya mulai membaik. Saya mulai semangat merencanakan apa yang mau saya kerjakan minggu ini. Pikiran saya pun mulai positif dan semangat untuk kembali bekerja esok hari. Ternyata benar semboyan “Mens sana in corpore sano” yang berarti “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Badan itu memengaruhi jiwa. Jadi semakin peduli dengan kesehatan.

Setelah melihat kabar kalau Jakarta memiliki indeks kualitas udara yang terburuk di dunia, saya jadi sadar kalau saya kena ISPA mungkin karena saya kurang menjaga kesehatan dengan tidak memakai masker saat di jalan. Saya juga kurang olahraga dan makan makanan sehat sehingga mudah terserang penyakit. Saya bertekad setelah ini akan mengatur pola makan,  rajin menggunakan masker dan bersepeda di pagi hari. Kok jadi sepeda? soalnya saya baru beli sepeda wkwk *pamer*. Ya karena kalau lari pagi rasanya malas sekali, mungkin kalau dengan sepeda jadi lebih semangat wkwk. Semoga istiqamah. Aamiin

Seminggu di Bengaluru! Part 2

13 Juni 2019

Konferensi masih dimulai esok hari, begitu juga dengan jadwal presentasi saya. Selama presentasi belum dilakukan, perasaan masih belum tenang, dan belum bisa menikmati kota Bengaluru. Hari pertama dimulai dengan sarapan! Sarapan yang disediakan hotel benar-benar seluruhnya makanan India kecuali cereal dengan susu. Saat melihat nama-namanya, saya tidak ada ide rasanya seperti apa karena belum pernah mendengarnya sama sekali. Makanan India yang saya tahu hanya manisan Ladoo dan nasi Biryani XD. Sayang sekali saya lupa untuk mengambil foto makanan yang disediakan di sana, mungkin karena sudah terlalu lapar, haha. Oh iya, di India di setiap tempat makan selalu menyediakan opsi untuk vegetarian, bahkan ada kode khusus sendiri di setiap produk yang dijual untuk menandakan mana yang aman untuk vegetarian mana yang bukan. Saya jadi bisa lebih berhati-hati kalau makan di sana. Oh iya, saya tidak banyak makan di hari-hari awal, karena selain masih nervous, behel saya juga baru dikencangkan jadi sedikit malas mengunyah XD. Saya hanya makan vege sandwich, paneer, dan nasi bumbu yang saya lupa namanya dengan porsi sedikit. Saya juga makan sereal. Eh dipikir-pikir banyak juga wkwkw.

Indian food code
Kode yang ada di kemasan makanan di India. Sumber: classes.hawken.edu

Kami hanya menginap satu malam di hotel ini. Hotel yang disediakan panitia konferensi. Sebenarnya dari panitia disediakan hingga konferensi berakhir, tapi karena hanya untuk single occupancy saya lebih memilih pindah di hotel yang disediakan kantor agar bisa bersama-sama. Saya takut kalau harus menginap sendiri di sana walapun jaraknya sangat dekat dengan tempat konferensi. Hanya perlu jalan kaki selama 5 menit. Nama hotelnya: Parijatha Gateway.

Siangnya, kami pindah ke hotel yang disediakan kantor, Fairfield by Marriot Bengaluru Rajajinagar. Secara statistik *naon*, hotel yang disediakan kantor lebih baik dari hotel sebelumnya. Kalau hotel sebelumnya adalah hotel bintang 3, hotel yang berikutnya memiliki bintang 4. Akhirnya saya bisa melihat suasana jalan di kota Bengaluru di siang hari. Sama seperti malam sebelumnya, klakson terdengar di mana-mana. Supir mengemudikan kendaraan dengan cepat alias ngebut. Tidak ada yang mau mengalah di jalan. Banyak orang-orang yang sedang berjalan. Saya pun akhirnya melihat secara langsung wanita yang mengenakan saree. Tidak semua wanita menggunakan saree , wanita yang lebih muda biasanya menggunakan pakaian biasa, namun ada juga yang menggunakan baju seperti tunik dan menggunakan dupatta (semacam syal yang bisa dipakai sebagai selendang). Kurang lebih seperti ini:

Image result for dupatta

Saat sampai di hotel Fairfield, ternyata hotelnya sudah penuh dan kami dipindahkan ke hotel lainnya yang masih satu perusahaan dengan Fairfield. Saat mendengarkan kabar itu, saya hanya mengangguk saja dan pasrah, haha. Hanya bisa berdoa semoga hotel berikutnya tidak terlalu jauh dari tempat konferensi. Kami pun diantar ke hotel tujuan tanpa dikenakan biaya. Kami dipindahkan ke hotel Renaissance Bengaluru Race Course Hotel. Dan ternyata hotelnya bintang 5! Alhamdulillah dipindahkan ke tempat lebih baik dan saat dicek, jarak ke tempat konferensi hanya berjarak 4 km. Kamarnya sangat bagus dan dari jendela kami bisa melihat pacuan kuda, tempat orang berlatih kuda. Hoo pantas nama daerahnya Race Course.

IMG_8644
Ibu memakai saree di depan klinik gigi
IMG_8668
Auto (Bajaj) yang memiliki argo.
IMG_7716
Pemandangan dari kamar hotel

Setelah istirahat beberapa lama, akhirnya malam pun tiba dan kami perlu mencari makanan. Mba Wid memberi saran untuk ke mall terdekat: Mantri Square. Kira-kira 15 menit menggunakan Uber untuk sampa ke Mantri Square dari hotel. Kami ke supermarket dahulu mencari obat maag untuk Fitri dan membeli barang lain untuk di hotel. Hal yang menarik adalah di supermarket tidak disediakan plastik sama sekali (tidak seperti di Indonesia yang bisa membeli plastik seharga 200) tapi ada tas belanja yang dijual. Karena barang belanjaan kami yang sedikit, kami memutuskan untuk memegangnya saja.

Setelah berkeliling mall, kami tidak menemukan tempat makan yang menarik selain McDonald. Sudah jauh-jauh tapi makannya McD XD. Makanan yang dijual sangat berbeda dengan di Indonesia. Tidak ada nasi putih. Semua menunya seingat saya ada karinya kecuali minuman dan dessert tentunya. Kami memesan cheesy rice bowl dan naan. Ya sebagai pecinta nasi apalagi yang mau dipesan wkwk. Rasanya pedas dan sangat berbumbu. Saya tidak bisa makan sampai habis karena porsi yang banyak dan saya tidak kuat menahan pedas. Naan-nya enak, dan pedas juga. Semua makanannya pedas. Spoiler: saat hari ketiga bibir saya kering dan sariawan XD dan langsung kangen makanan Indonesia.

RiceBowlMcD
Menu nasi di McD India. Tidak terbayang rasa yang spicy, cheesy saja sudah pedas sekali buat saya XD

Setelah makan, kami memutuskan untuk pulang. Karena penasaran dan jarak dari mall ke hotel tidak jauh, kami memesan Uber Auto untuk transportasi pulang. Uber Auto itu Uber yang menggunakan Auto (semacam bajaj di Indonesia). Bajaj di Bengaluru lebih luas sehingga bisa untuk bertiga di belakang supir. Di bagian kiri, tidak ada pintunya. Kebetulan sekali saya ada di bagian kiri. Saya saat itu lupa membawa jaket. Supir auto berjalan sangat cepat bahkan super ngebut. Saya sudah ngeri ngeri sendiri takut jatuh karena tidak ada pintu di samping saya, cuma bisa pegangan ke besi di depan. Anginnya pun super kencang. Saat melewati jalan yang ada polisi tidur yang sangat tinggi, badan terasa terbang. Serasa menaiki wahana. Kami kapok untuk menggunakan Auto untuk transportasi berikutnya wkwkwk, walau harganya sangat murah, cuma 6ribu rupiah untuk 2,8 km perjalanan. Saat sampai di hotel, saya segera tidur karena besok adalah hari yang sangat menegangkan dan saya masih perlu bersiap-siap besok paginya.

IMG_8324
Supir Auto

 

IMG_4880
Pemandangan dari Auto. Cuma bisa foto seperti ini karena lagi berhenti XD

Hari kedua di Bengaluru belum sempat mengeksplor banyak tempat, semoga di tulisan berikutnya bisa membahas banyak tempat di Bengaluru, wkwk. Terimakasih sudah membaca XD.

 

Seminggu di Bengaluru Part 1

Akhirnya bisa menulis lagi, yeay. Seminggu lebih yang lalu, tanggal 12 Juni 2019 adalah hari yang bersejarah buat saya karena pertama kalinya saya melangkah ke luar dari Indonesia, haha. Saya pergi ke Bengaluru untuk menjadi pembicara di Konferensi Appium pada tanggal 14-15 Juni, dilanjutkan dengan menjelajahi kota Bengaluru hingga tanggal 18 Juni 2019, dan sampai ke Indonesia pada tanggal 19 Juni 2019.

Perjalanan dimulai dengan tidak enak badan karena terlalu gugup dan banyak pikiran, karena ini pertama kalinya saya berbicara di depan orang banyak dan berbahasa Inggris. Saya memutuskan untuk ke dokter sehari sebelum perjalanan karena saya kira badan saya sedang terkena sindrom influenza. Setelah diperiksa dokter, ternyata saya banyak pikiran saja dan perlu banyak istirahat. Saya pun diberikan paracetamol dan vitamin agar badan lebih fit saat berangkat. Hari itu saya juga membeli barang yang kurang seperti adapter (karena di sana standar colokannya yang kaki tiga *bukan kaleng larutan ya*), power bank (baterai hp mudah drop), dan kacamata minus (buat gaya saat jalan jalan wkwk). Semua saya beli secara online menggunakan kurir sehari sampai karena tidak sempat membelinya secara langsung. Sungguh dadakan.

12 Juni 2019

Hari keberangkatan. Saya tidak terlalu menikmati perjalanan karena masih khawatir dan nervous. Oh iya, saya tidak sendiri pergi ke sana. Saya pergi bersama Mba Wid dan Kimmy. Bertiga, perempuan semua. Sebenarnya banyak yang khawatir untuk pergi ke India tanpa ada laki-laki yang mengikuti, tapi kami yakin bertiga kami pasti bisa, wkwk. Yakin yakin saja sih hoho, dan ternyata Bengaluru kota yang cukup aman.

Saya dan Mba Wid pergi bersama menggunakan kereta bandara dari Stasiun BNI City menuju Bandara Soekarno Hatta. Kimmy pergi dari kosan dia sendiri menggunakan bis Damri. Kami tidak mengecek jadwal kereta terlebih dahulu dan ternyata saat sampai di sana jadwal kereta yang tercepat datang 3 menit lagi dan kami harus menunggu 30 menit lagi untuk jadwal berikutnya. Kontan kami buru-buru membeli tiket dan berlari-lari ke peron *sepertinya tidak asing dengan keadaan ini haha*. Saat ingin menge-tap tiket ke pintu masuk, ternyata barcode terpotong sehingga tidak bisa dipakai untuk menge-tap. Pihak keamanan di sana ternyata sudah tahu bahwa itu known issue sehingga saya dibantu untuk masuk menggunakan kartu saktinya. Saya diminta untuk bilang kepada keamanan di stasiun tujuan kalau barcode tiket saya ketinggalan agar bisa keluar, dan ternyata pihak keamanan sudah maklum akan kejadian tersebut. Perjalanan ke Bandara dari stasiun BNI City menghabiskan waktu 46 menit. Sampai ke Bandara pada pukul 10an. Alhamdulillah masih waktu yang aman, belum terlambat untuk melakukan check in dan boarding pada pukul 11.55.

IMG_6316
Tiket yang barcode-nya terpotong

Sambil menunggu waktu boarding, saya dan teman-teman saya mencari kartu SIM India untuk dipakai internet-an di sana, dan ternyata tidak ada dan hanya ada yang sudah sepaket dengan Mobile WiFi. Saya sendiri sudah membeli paket roaming untuk Asia (bisa dipakai di India dan Thailand saat transit) dari Indosat selama 7 hari karena unlimited dan saya malas ribet untuk membeli nomor baru. Setahu saya hanya indosat dan Telkomsel operator yang menyediakan roaming untuk wilayah India. Untuk harganya, Rp419ribu selama 7 hari sudah termasuk internet unlimited , telepon 100 menit dan 100 SMS.

Saat pencarian kartu tersebut, saya bertemu dengan Hanif, teman seangkatan kuliah, dan ternyata dia ikut Appium Conf juga bersama 6 teman kantor lainnya namun tidak menggunakan maskapai penerbangan yang sama. Wah, jadi penasaran siapa saja yang datang ke Appium Conf dari Indonesia. Saat mau boarding, kami bertemu dua orang dari sister company (BukaLapak) yang naik penerbangan yang sama, kami melihat dari baju yang dipakai salah satu dari mereka. Sebelumnya kami belum tahu apakah mereka sama-sama ikut konferensi yang sama atau memang sedang kebetulan ke Bangkok. Pada awalnya kami tidak berani bertanya. Takut sksd wkwk.

Oh iya penerbangan ke Bengaluru tidak ada yang langsung sehingga kami perlu transit terlebih dahulu di Bangkok sebelum terbang ke Bengaluru. Penerbangan dari Jakarta ke Bangkok menghabiskan waktu sekitar 3 jam 30 menit dan kemudian transit selama 5 jam dan melanjutkan penerbangan ke Bengaluru selama 3 jam 35 menit. Total perjalanan dari Jakarta hingga sampai Bengaluru adalah 12 jam.

Saat transit, kami memilih menghabiskan waktu di Starbucks *gaya banget* karena butuh charging dan wifi gratis wkwk. Oh iya, di bandara Thailand ada prayer room juga yang terletak di lantai 2. Di sana tempat wudhu dan salat untuk akhwat terpisah dari ikhwan. Saat di Starbucks, kami bertemu lagi dengan dua orang dari sister company tersebut, yang juga sedang menunggu, semakin menguatkan bahwa mereka juga akan datang ke konferensi yang sama di Bengaluru.  Saat masuk pesawat ke Bengaluru, kami pun bertemu mereka kembali, haha. Benar dugaan kami. Penerbangan dari Bangkok ke Bengaluru tidak semulus saat penerbangan sebelumnya dari Jakarta ke Bangkok. Banyak getaran-getaran yang cukup keras sehingga membuat saya sedikit gemetar dan memutuskan untuk tidur saja XD. Saat terbangun tiba-tiba pesawat mau landing.

Saat sampai di bandara Bengaluru (Kempegowda International Airport), kami menuju bagian Visa on Arrival untuk ditanya-tanya mengenai visa dan tujuan ke India. Kami ditanya mau apa saja ke India, tinggal di mana, dan nomor yang bisa dihubungi. Saya menuliskan alamat hotel yang telah dipesan dan nomor dari LO konferensi. Kami juga perlu meng-scan jari-jari untuk rekam biometrik. Prosesnya cukup sebentar. Saat selesai pengecekan Visa, saya bertemu lagi dengan teman sister company tersebut dan agar tidak penasaran saya menanyakan apakah mereka akan menghadiri konferensi yang sama. Ternyata benar. Hotel yang dipesan oleh kantor mereka pun sama dengan hotel yang dipesan oleh kantor kami.

Saat berangkat, kami tidak membawa uang Rupee sepeserpun karena di money changer dekat kantor tidak bisa menukar ke Rupee. Berdasarkan rekomendasi dari teman kantor lama yang pernah ke sana, lebih menguntungkan untuk tarik langsung dari ATM di bandara dibandingkan tuker ke dollar kemudian ditukar ke Rupee. Pada awalnya, terdapat halangan saat mengambil uang karena kartu ATM tidak bisa masuk, padahal sebelumnya teman sister company kami itu bisa. Akhirnya kami pun mencari ATM lain yang ada di luar gate bandara. Di ATM tersebut maksimal pengambilan dalam sekali tarik adalah 10ribu Rupee. Saya dan Mba Wid ingin mengambil sebanyak 30ribu Rupee. 1 rupee saat itu adalah senilai 205 Rupiah. Dalam satu kali tarikan terdapat fee penarikan dari pihak bank ATM sebanyak 200 Rupee dan 25ribu rupiah dari bank kita (saya memakai Jenius) sehingga total-total biaya penarikan sekali ambil adalah 65ribuan. Kami mengambil 3 kali sehingga untuk mengambil 30ribu Rupee (+- Rp6.150.000,00) dikenakan biaya penarikan 198ribu. Ternyata, untuk menghindari biaya penarikan dari bank ATM, bisa menarik dari bank negara India, State Bank of India. Kami sudah terlanjut mengambil cukup banyak Rupee sebelum mengetahui hal tersebut.

Kami dijemput oleh pihak dari penyelenggara konferensi menuju hotel yang telah disediakan oleh panitia karena hotel dari kantor baru bisa check-in di hari berikutnya (13 Juni 2019).  Pada awalnya, hotel yang disediakan panitia juga baru tersedia pada hari esoknya pukul 3 sore. Kami bingung di mana kami bisa menunggu hingga check-in tiba. Sebelumnya kami berpikir untuk menunggu di lounge hotel saja, tapi karena kami sudah lelah menempuh perjalanan, kami memutuskan untuk early check-in saja, dan ternyata dibolehkan oleh pihak hotelnya.

Namun perjalanan tidak semulus itu, mobil yang menjemput kami menurunkan kami di hotel yang salah. Setelah bertanya dengan pihak keamanan di sana, ternyata hotel kami dekat dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 5 menit. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Kami akhirnya berjalan kaki di tempat yang sepi itu sambil menggeret-geret koper, dan anjing berkeliaran bebas di sana. Kalau dipikir-pikir lagi sekarang, seram juga kami bertiga perempuan masih berjalan kaki saat dini hari seperti itu di tempat sepi. Alhamdulillah Allah masih melindungi kami semua hingga tiba di hotel tempat kami beristirahat satu hari.

Kami pun beristirahat, dan dilanjutkan dengan sarapan dan pindah ke hotel berikutnya yang disediakan oleh kantor kami. Ada dramanya lagi, wkwk. Karena sudah cukup panjang, hari hari berikutnya akan dilanjutkan di part berikutnya.

Terimakasih sudah membaca XD

Ingatan dalam Lagu part 1

Benda atau wangi sesuatu bisa membangkitkan ingatan. Saat di Bandung seminggu kemarin, banyak hal yang tiba-tiba saya ingat. Kamar yang biasanya saya tempati, buku-buku lama yang saya simpan di rumah nenek, halaman rumah, foto, bau udara pagi, borma, angkot pink dan bahkan kamar mandi dan airnya yang mengingatkan betapa bahagianya lebaran saya dulu waktu kecil mandi pagi-pagi membayangkan memakai baju baru wkwkkw.

Tidak hanya benda atau wangi sesuatu, lagu juga dapat membangkitkan ingatan tentang sesuatu. Penjelasannya bisa dibaca di Music-Memory Connection Found in Brain atau Why Do the Songs from Your Past Evoke Such Vivid Memories?. Karena saya tipe yang cukup sering ganti ganti playlist, jadi setiap lagu seperti punya informasi temporal. Di tulisan ini, dan mungkin di tulisan tulisan berikutnya akan saya berikan contoh lagu yang kebetulan saya sedang ingat apa yang saya pikirkan saat itu.

Adera – Terlambat

Kalau lagu ini sebenarnya menceritakan tentang seseorang yang ingin menyatakan perasaannya kepada orang yang disukainya, namun orang lain sudah mendahuluinya sehingga dia merasa terlambat. Bukan hal itu yang saya merasa relate dengan lagu ini.

Pengalaman pahit yang kujadikan pelajaran
Dalam hidup yang tak akan terlupakan (terlupakan)
Oh, jangan menunda sesuatu untuk dikerjakan
Jangan tunda, jangan tunda

Bagian lagu itulah yang mengingatkan saya dengan tugas akhir saya yang sering saya tunda 😥 . Saat mengerjakan skripsi saya ulang lagu itu terus agar di masa depan saya tidak mengulanginya lagi, namun tetap saja diulangi sih, wkwk. Setiap mendengar lagu itu, jadi mengingatkan saya dengan penyesalan penyesalan menunda mengerjakan TA.

Cukup sudah kesalahan kali ini
Jangan sampai semua terulang kembali
Keraguan dalam hatiku harus kubuang jauh
Bila ingin mendapatkan yang terbaik

Intinya jangan ragu. Yakin dan kerjakan saja, wkwk.

Adera – Catatan Kecil

Masih dengan penyanyi yang sama dan rentang waktu yang sama, yaitu saat-saat belum lulus dan masih mengerjakan skripsi. Saat melihat teman-teman yang lain sudah sukses dan di dalam hati ini merasa sedikit putus asa. Saat mendengar lagu ini, entah mengapa langsung menangis saat itu *memang saya mudah terharu sih wkwk* dan mulai semangat lagi. Berikut lirik yang paling mengena:

Bila dunia membuatmu kecewa
Karena semua cita-citamu tertunda
Percayalah segalanya telah diatur semesta
Agar kita mendapatkan yang terindah

Ya, saya jadi ingat lagi, kalau semuanya telah diatur oleh Allah SWT. Saya yakin kalau fase tersebut harus dilewati agar saya menjadi lebih kuat dan fase berikutnya menjadi lebih indah.

Impianmu terbangkanlah tinggi
Tapi selalu pijakkan kaki di bumi
Senyumlah kembali, bahagiakan hari ini
Buatlah hatimu bersinar lagi

Lirik yang ini mengingatkan saya untuk tetap semangat bermimpi, dan setiap mendengar ‘senyumlah kembali’ saya langsung tersenyum dalam hati *bahaya juga kalau dengar ini di angkutan umum tiba tiba senyum senyum sendiri XD*

Lirik ini juga bagus:

Bila ingin lebih damai di dunia
Berbagilah bahagia yang telah kau punya
Kini hatimu terasa semua lebih sempurna
Karena kau hidup dengan seutuhnya

Semua lirik aja dibilang bagus, wkwk. Tapi memang ini salah satu lagu kesukaan saya kalau lagi kecewa dan sedih, hoho.

Letto – Lubang di Dalam Hati

Kalau ini salah satu lagu kesukaan saat SMA. Dulu memang suka lagu-lagu dari Letto sampai di hayati maknanya. Ternyata lagunya itu banyak implisit interaksi ke Tuhan, bukan hanya cinta ke sesama manusia.

Ku buka mata dan ku lihat dunia
‘tlah ku terima anugerah cinta-Nya
Tak pernah aku menyesali yang ku punya
Tapi ku sadari ada lubang dalam hati
Ku cari sesuatu yang mampu mengisi lubang ini
Ku menanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati
Apakah itu kamu apakah itu Dia?
Selama ini ku cari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita?
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati

Kalau saya sih menangkapnya ini adalah sebuah pertanyaan dari kekosongan dalam hati, apakah seseorang atau Tuhan yang perlu kita cari. Apakah cinta yang bisa mengisinya ataukah cita-cita? hoho. Waktu itu sih saya memikirkan untuk mengisinya dengan cita-cita dahulu, namanya juga masih SMA.

Segitu dulu tembang kenangannya. Mungkin dilanjut lagi kalau ada yang menarik lagi hoho.

Terimakasih sudah membaca XD

Memasang Kawat Gigi

Waah liburan sebentar lagi berakhir. Mungkin intensitas menulis akan berkurang, padahal baru saja dimulai, wkwk. Kali ini mau cerita alasan dan bagaimana memasang kawat gigi alias behel. Tentu saja ini bukan tutorial cara pemasangan secara teknis bagaimana menempelkan bracket dan kawatnya ke gigi, karena yang memasangnya dokter gigi, tapi lebih ke kronologi dan tahap apa saja yang perlu dipersiapkan sampai dipasang oleh dokter.

Semuanya berawal dari…

.. tadi. Sebenarnya sudah lama sudah direkomendasikan untuk pasang kawat gigi dari teman atau keluarga disebabkan posisi gigi atas yang tidak rata, sebagian kanan posisinya benar sebagian kiri lebih mundur. Saya tidak hiraukan langsung karena biayanya yang tidak murah. Selain mengeluarkan uang untuk pemasangannya, kita juga perlu mengeluarkan biaya untuk kontrol giginya. Saya pun berpikir nanti sajalah kalau sudah punya uang hasil kerja sendiri.

Saat sudah kerja pun tidak langsung memasang behel karena saya pikir hanya kepentingan estetika saja dan sepertinya menyiksa diri kalau dengar kabar-kabar yang berseliweran.

Sampai suatu hari…

.. gigi saya sakit sekali. Biasanya saya diamkan saja dan minum obat sakit gigi (e.g Ponstan), karena malas (atau takut? XD) ke dokter gigi. Lebih ke malas sih, karena malas mengurus-urus reimburse dan kalau bayar sendiri pun sayang juga. Setelah asuransi outpatient kantor menjadi cashless alias pakai kartu saja, jadi lebih rajin ke dokter, wkwk. Saat gigi sakit itu langsung periksa ke klinik dokter gigi yang tidak terdekat dari kosan atau kantor, tapi terkenal bagus. Akhirnya di sana ada beberapa gigi yang perlu ditambal dan ada dua gigi yang belum tahu bisa ditambal atau tidak dan perlu dirontgen. Karena klinik dokter gigi tersebut tidak ada alatnya, saya pun diberi surat rujukan untuk ke rumah sakit yang ada alat rontgen gigi atau ke tempat pusat diagnosa (e.g Parahita, Pramita). Karena sakit giginya sudah berkurang dan saya belum menyempatkan diri untuk rontgen, akhirnya berbulan-bulan terlupa hingga sakit gigi datang lagi *dasar manusia*.

Agar lebih mudah ke kantor akhirnya ke dokter gigi di rumah sakit yang dekat dengan kantor. Di rumah sakit itu, saya ke dokter gigi terlebih dahulu untuk mengecek kondisi gigi. Saat bertemu dokter gigi itulah saya diberi nasihat untuk menggunakan behel supaya lebih rapi. Tetapi karena alasannya lebih karena alasan estetika, saya tidak terlalu tergugah saat itu walau tetap terpikirkan. Dari dokter gigi tersebut, saya diberitahu untuk rontgen di rumah sakit yang sama dan diberi rujukan untuk cabut gigi ke dokter bedah mulut.

Saat di dokter bedah mulut, saat melihat hasil rontgen, saya diberi nasihat lagi untuk memakai behel. Dokter itu kurang lebih bilang seperti ini:

Posisi gigi kamu ini bisa memengaruhi syaraf. Mungkin tidak terasa sekarang, tetapi nanti akan terasa, seperti sakit kepala atau pusing karena pergerakan rahang yang tidak tepat. Pakai behel bukan cuma karena estetika saja, cantik itu hanya efek samping.

Dokter itu seperti memahami isi hati saya, wkwk. Setelah itu, saya mulai menyusun rencana untuk memasang kawat gigi.

Pemilihan Tempat

Akhirnya saya cari tempat pasang kawat gigi yang terjangkau tapi bagus dan terdekat. Definis dekat ini sebenarnya perlu dipertanyakan seharusnya. Waktu itu saya hanya terpikirkan untuk mencari yang terdekat di rumah, padahal lebih sering di kosan dibanding di rumah. Setelah melihat-lihat di media sosial dan review-review di blog, pilihan saya jatuh di FDC. Lokasinya ada banyak, saya mencoba mengunjungi dua tempat, di Bogor dan di Depok. Setelah melihat-lihat lokasi di Bogor ternyata cukup jauh dari stasiun, perlu naik angkot satu kali dan melewati pusat macet alias kebun raya. Akhirnya memutuskan untuk memasang kawat gigi di FDC Depok yang hanya perlu jalan kaki dari stasiun Depok. Mengapa perbandingannya dari stasiun? Karena rumah saya di Bojonggede yang kalau mau kemana-mana lebih praktis kalau menggunakan kereta rel listrik (KRL)

Perbandingan kedua tempat dari stasiun terdekat.

Proses Persiapan Pemasangan

Setelah memantapkan pilihan tempat pemasangan. Saya datang ke sana dan berkonsultasi terlebih dahulu. Ternyata banyak jenis behel yang bisa dipilih berdasarkan jenis bahan penyusunnya. Ada metal, ceramic, sapphire, dan damon, untuk lebih lengkapnya bisa baca di sini. Saya sebenarnya bingung memilihnya. Setelah konsultasi dengan dokter giginya, behel yang paling cocok dengan masalah gigi saya adalah mini diamond braces, salah satu jenis behel metal yang bentuknya lebih kecil dan lenih kuat dibanding behel metal lainnya. Harganya tak semahal behel crsytal atau damon yang bisa sampai belasan juta. Untuk behel mini diamond braces ini saya perlu membayar biaya Rp4.650.000,00 (sudah diskon 500ribu, harga aslinya Rp5.150.000,00). Tidak perlu membayar penuh di awal, tapi kita diharuskan membayar uang muka minimal 500ribu (berlaku 3 bulan) dan dibayar lunas saat pemasangan. Saya tidak dapat memasang kawat gigi saat hari itu juga karena diperlukan rontgen Cephalometric dan Panoramic. Hari itu saya hanya membayar uang muka dan cetak gigi. Cetak gigi dilakukan menggunakan bahan semacam gips, saya hanya membuka mulut dan dokter memasukkan bahan tersebut dan kemudian dikeluarkan. Tidak sakit, hanya saja kalau orang yang mudah mual akan sedikit mual, tapi jangan khawatir, prosesnya hanya sebentar.

Sebenarnya saya sudah pernah melakukan rontgen gigi sebelumnya, tapi hanya panoramic dan itu pun hasilnya ada di rumah sakit, tidak saya ambil, sehingga perlu melakukan rontgen lagi. Saya pun melakukan rontgen di diagnostic center terdekat dengan kos. Harga untuk kedua rontgen tersebut sebesar Rp560.000,00. Kalau dijumlahkan, total pemasangan menjadi Rp5.210.000, 00 di luar ongkos tentunya.

Pemasangan

Saat pemasangan, saya baru sadar ternyata dokter yang saya pilih tidak ada jadwal di sabtu atau minggu atau senin, yang berarti saya perlu izin masuk telat kantor. Selain itu, saya pun berangkat dari kosan, sehingga saya perlu bolak balik jakarta-depok untuk kontrol behel. Sebuah kesalahan yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Tetapi, saya tetap senang karena lokasinya tidak jauh dari stasiun, jadi hanya perlu naik kereta *sejauh apapun itu* dan jalan kaki.

Saat datang ke klinik untuk pemasangan, saya diminta untuk memilih warna karet. Setelah itu, gigi dibersihkan (scaling) dan kemudian dokter menempelkan satu persatu bracket ke gigi saya sambil melihat model cetakan gigi saya dan kemudian memasangkan kawat dan karet lalu dikencangkan. Proses pemasangannya tidak terlalu lama, kurang lebih 30 menit. Saat dipasangkan, dokter memutar lagu supaya tidak bosan, dan ajaibnya selera lagunya mirip denganku jadi cukup menyenangkan. Saya mencoba menyanyi dalam hati supaya saya tidak tidur XD *karena rebahan*. Selain behel, saya juga dipasang semacam tambalan di gigi belakang untuk mencegah gigi atas dan gigi bawah bersatu agar gigi yang mundur bisa maju dan tidak terhalang gigi bawah. Kalau kata teman pairing saya istilahnya giginya itu lagi dipingit, wkwkwk.

Setelah dipasang, saya langsung melihat kaca. Tidak banyak berubah, karena behel mini diamond ini kecil, jadi tidak membuat saya terlihat seperti menyimpan sesuatu di dalam mulut. Walau begitu, tetap terasa ada benda asing di dalam mulut. Saat sampai di kantor pun tidak banyak yang menyadari, wkwk.

Setelah Pemasangan dan Kontrol

Saat hari-hari pertama memakai behel, saya hanya bisa memakan yang lunak, bahkan hanya bubur karena belum bisa mengigit dan mengunyah dengan baik. Mulut pun banyak yang sariawan, tapi karena saya sudah terbiasa jadi tidak terlalu menyiksa. Setelah satu minggu, saya mulai makan normal. Saya banyak mendengar dan membaca kalau orang yang pakai behel di awal-awal akan turun berat badan drastis. Tetapi memang saya ini outlier, saya tidak mengalami itu karena saya paksa makan walaupun sakit, sampai-sampai ganjalan giginya lepas dan satu bracket melayang *literally melayang karena tidak menempel di gigi tapi menempel di kawat*, wkwkwk.

Setelah satu bulan berlalu, saya kembali ke klinik untuk kontrol. Saya diminta untuk memilih warna karet lagi. Saya mengganti warna karet dari navy menjadi maroon. Selain mengganti karet, bracket yang kemarin lepas ditempelkan kembali dan dikencangkan. Saya masih diberikan ganjalan gigi karena gigi atas yang mundur belum maju sepenuhnya. Setelah dikencangkan, kalau orang bilang makan akan susah lagi dan nyeri, tapi saya tidak merasakannya, mungkin karena sudah terbiasa menahan sakit gigi XD. Untuk kontrol, saya seharusnya membayar Rp250.000,00 namun karena saya sudah mendaftar menjadi member, saya mendapatkan diskon 20% sehingga hanya perlu membayar Rp200.000,00.

Apakah ada perubahan selama 2 bulan ini?

Ada. Gigi bawah saya mulai terbentuk *kalau kata dokternya*. Gigi atas yang mundur sudah mulai menyatu dan terlihat walau belum maju sepenuhnya. Nyeri dan pusing pun berkurang kecuali saat stuck coding wkwk. Saya niatnya mau menampilkan foto perubahannya, tapi takut disgusting wkwk. Next time saja kalau sudah banyak perubahannya.

Terimakasih sudah membaca XD

Lebaran Tahun Ini

Screen Shot 2019-06-07 at 02.21.48Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk menikmati bulan Ramadan tahun ini, semoga tahun depan kita diberikan kesempatan lagi.

Lebaran tahun ini rasanya berbeda dari tahun sebelumnya. Lebih tidak banyak makan *karena tahun ini mulai pakai kawat gigi* , lebih banyak merenung *mungkin karena tambah tua*, lebih deg-degan *menghitung hari menuju konferensi*, dan yang terasa  berbeda adalah tahun ini tahun pertama Aki tidak ada di dunia. Semoga Aki diberikan kemudahan di alam yang sekarang.

Jumlah kerabat yang datang tahun ini rasanya berkurang dari tahun sebelumnya. Mungkin karena sebelumnya masih ada Aki. Biasanya sampai lebaran hari kedua masih banyak yang datang ke rumah. Sekarang lebih sepi dan saya jadi lebih banyak tertidur, udara di Bandung memang mendukung sih hoho dan karena ngide juga uninstall aplikasi sosial media saat lebaran. Uninstall sementara saja, karena hasil perenungan wkwk.

Jadi ingat kalau waktu kecil dulu karena suka membaca apapun, saat libur lebaran di rumah nenek seperti ini saya mencari bahan bacaan yang ada. Waktu itu, Mang (om) saya masih kuliah pertanian kalau tidak salah, jadi saya membaca buku mengenai hama dan penyakit tanaman (yang ada gambarnya tentu saja). Waktu itu sampai kepikiran apakah penyakit tanaman bisa menular ke manusia. Ada-ada saja pikiran saya saat itu. Bacaan yang paling saya ingat itu adalah majalah Hidayah. Sepertinya waktu om saya koleksi majalah itu. Karena tidak ada bacaan lagi yang menarik, saya akhirnya baca cerita-cerita yang ada di majalah Hidayah. Saat itu saya masih polos sekali, baca cerita azab sampai kepikiran terus. Waktu itu sampai takut kalau melakukan kesalahan apapun. Bagus sih ya sebenarnya, tapi lebih banyak ketakutannya, wkwkwk. Tahun depannya tidak mau baca majalah itu lagi XD

Sekarang jadi lebih jarang membaca, karena kalau dipikir-pikir dan direnung-renungkan, bacaannya tersebar di berbagai media sosial. Jadi, lebaran kemarin eksperimen untuk meng-uninstall sementara dulu dan beralih ke buku. Lumayan sih jadi lebih banyak baca buku beberapa lembar, wkwk. Waktu tidur pun jadi bertambah wkwk.

Setelah scrolling-scrolling media sosial lagi tadi, melihat banyak teman yang sudah punya keluarga sendiri *sambil gemes lihat anak-anaknya XD*, jadi sadar salah satu yang berubah adalah doa dari keluarga. Kalau tahun-tahun sebelumnya doanya adalah semoga cepat lulus *doa ini bertahan selama 6 tahun wkwk*, 2 tahun kemarin doanya adalah semoga karirnya lancar, tahun ini berubah jadi semoga cepat bertemu dengan jodoh, aamiin. Waktu memang berjalan sangat cepat.

Tulisan kali ini random sekali. Ocehan di dini hari. Terimakasih sudah membaca. Semoga tulisan berikutnya lebih bermanfaat XD

Pair Programming itu Seru bag. 2

Oh iya mungkin kemarin belum jelas pair programming itu bagaimana, ini pengertian pair programming dikutip dari Stackify.com :

Pair programming is where two developers work using only one machine. Each one has a keyboard and a mouse. One programmer acts as the driver who codes while the other will serve as the observer who will check the code being written, proofread and spell check it, while also figuring out where to go next. These roles can be switched at any time: the driver will then become the observer and vice versa.

It’s also commonly called “pairing,” “programming in pairs,” and “paired programming.”

Setelah 2 tahun lebih melakukan pair programming, saya merasakan banyak khasiatnya *kayak obat-obat herbal*, dan ada pula yang tidak enaknya tentunya.

Berikut hal-hal menarik yang saya dapatkan:

  1. Belajar untuk memahami dan berkomunikasi lebih baik.
    Awalnya saya merasa percaya diri bisa berkomunikasi dengan baik karena dulu pas kuliah banyak berinteraksi dengan manusia *ya iyalah* , maksudnya teman-teman lain secara personal. Tapi, ternyata tidak cukup karena kalau dulu kalau sedang tidak enak atau kesal dengan salah satu orang bisa menghindar sebentar atau menyendiri terlebih dahulu, nah kalau sekarang tentu saja tidak bisa. Kita tidak bisa memilih juga mau pairing sama siapa. Saya kebetulan di role yang pergantian pasangannya lebih lama, sekitar 3 bulan baru berganti bahkan ada yang sampai 6 bulan. Tidak selalu mood teman pairing kita itu positif, ada saatnya tidak bersemangat atau negatif karena sedang ada masalah di tempat lain, jadi perlu banyak bersabar dan memahami. Di awal-awal pairing dengan teman baru, saya sarankan jangan langsung men-judge dulu dia dulu bagaimana, dan usahakan untuk selalu berpikir positif. Belum tentu kalau dia bicaranya ketus itu karena tidak suka sama kamu, tapi memang dia begitu ke semua orang.

    Pairing dengan orang yang lebih tua, dengan yang lebih muda, dengan yang lebih senior, atau junior ada tantangannya sendiri sendiri.  Saat pairing dengan seseorang yang lebih senior, biasanya tantangannya adalah bagaimana kita bersabar kalau pendapat kita tidak diterima, karena tidak sesuai dengan best practice yang sudah dilalui oleh senior. Bukan berarti kita jadi tidak bisa berpendapat, tetap harus disampaikan, tapi jangan kapok kalau tidak diterima, karena senior bisa saja salah. Kalau ke junior, tantangannya adalah saat dia lupa lagi apa yang sudah kita beritahu. Sabar saja, karena dulu saat di awal saya juga begitu, walaupun sudah dicatat. Dia mungkin akan bertanya hal yang sama, tapi jangan langsung naik pitam dulu, mungkin kita salah cara memberitahunya jadi kurang langsung dimengerti dan karena takut jadi ragu untuk bertanya kembali, Ciptakan kondisi berdiskusi yang nyaman untuk orang baru. Saya jadi bisa relate kembali karena saya sekarang jadi orang baru lagi (dari Test Engineer ke iOS Engineer), Alhamdulillah orang-orang di kantor baik-baik dan mau mengajari sebanyak apapun saya bertanya.

  2. Lebih Fokus
    Pertama-tama sebelum masuk ke kantor sekarang, saya terkenal di kalangan anak kosan suka terdistraksi dengan media sosial. Saat kerja di kantor sebelumnya pun begitu, buka browser langsung ketik facebook, seperti tangan sudah terautomatisasi, Tangan pun rasanya tidak bisa kalau tidak dekat HP.  Mungkin karena kerja sendiri sehingga merasa bosan. Saat masuk ke kantor yang sekarang, karena saat bekerja jadi lebih banyak diskusi dan memerhatikan apa yang dikerjakan satu sama lain, kebiasaan automatis buka fb pun hilang, Saat awal masuk kantor bahkan pun bisa tidak pegang HP sama sekali, sehingga susah dihubungi kalau jam kerja, Kalau sekarang sih sudah tau flow buka HPnya kapan, tapi tetap lebih jarang dibanding dahulu.
  3. Sharing Knowledge lebih cepat
    Ini hal yang paling saya senangi di pair programming. Saat masuk awal KMK dulu saya sama sekali tidak tahu sama sekali tentang Robot Framework, framework yang digunakan untuk automation test, selenium dan appium pun tidak. Karena bekerja berdua, saya jadi bisa bekerja sambil belajar. Bisa banyak bertanya dengan leluasa karena teman pairing kita itu mengerjakan hal yang sama dengan kita, tidak seperti saat bekerja sendiri kadang segan untuk bertanya ke orang lain karena mereka punya pekerjaannya masing-masing sehingga takut mengganggu. Proses transfer pengetahuannya jadi lebih cepat sehingga bila salah satu orang resign, pengetahuannya sudah ada di teman pairing lainnya.
    Mungkin karena transfer knowledge yang cepat ini, pindah-pindah role bukan hal yang mustahil di kantor ini. Saya yang sebelumnya sebagai test engineer lebih banyak scripting dan belum pernah belajar iOS programming sebelumnya (yang juga perlu menguasain OOP yang sampai sekarang saya belum ahli sama sekali) bisa dipindahkan menjadi iOS Engineer.
  4. Meminimalisir Kesalahan
    Sebagai Ms. Typo saya sering sekali terbantu dengan pair programming, Sering dulu kode tidak ter-compile hanya karena typo. Sekarang tanpa perlu di-run terlebih dahulu sudah ada yang memberi tahu hehe. Kode pun jadi banyak masukan sehingga lebih efektif dibandingkan kerja sendiri. Saya pun jadi banyak tahu tentang style kode masing-masing orang yang ternyata berbeda-beda. Saya jadi belajar untuk coding lebih rapi ><.  Saya pun juga jadi belajar untuk mengetik lebih cepat.
  5. Mendapatkan banyak informasi di luar yang kita tahu
    Selain jadi mendapatkan banyak gosip *eh*, saya pun jadi tahu hobi masing-masing teman pairing saya dan saya jadi mendapatkan banyak inspirasi. Ada yang hobi main game sehingga saya tahu game menarik yang bisa dimainkan, ada yang hobi makan sehingga saya yang jarang jalan-jalan ini jadi menemukan tempat makan menarik, hobi nyari diskon online sehingga saya jadi bisa menemukan tempat beli barang dengan harga lebih murah, ada yang hobi belajar hal baru sehingga saya yang skillnya belum lebih baik ini menjadi tertohok dan mewacanakan untuk belajar lebih sering XD.

 

Bagaimana? Tertarik dengan pair programming kah? hoho.