Dipikir-pikir kalau diceritakan per hari ceritanya akan terlalu detail dan belum tentu menarik, akhirnya diambil bagian – bagian drama dan kejadian yang paling diingat saja, wkwk. Supaya jadi catatan bagi diri sendiri juga untuk perjalanan di kemudian hari.
Tidak Menukar Uang di Indonesia
Sebelum kami berangkat ke Bengaluru, saya sudah bertanya-tanya dengan teman yang sudah pernah ke sana. Kebetulan teman kantor yang sudah tidak sekantor ini baru saja ke Bengaluru bulan lalu. Dia menyarankan untuk tarik tunai saja di India dibandingkan menukar uang di Money Exchange di Indonesia. Dia hitung-hitung rate-nya lebih murah dibandingkan harus tukar ke dolar dulu lalu tukar ke Rupee. Belanja di mana-mana pun bisa memakai kartu debit atau kredit dengan logo Visa atau Mastercard (untuk payment gateway lainnya saya kurang tahu). Saya sebenarnya kurang tahu alasan harus ditukar ke dollar dulu, tapi ternyata money exchange terdekat tidak menyediakan rupee, jadi harus ditukar dollar dahulu kemudian nanti ditukar di India. Kami akhirnya tidak menukar uang di Indonesia, tetapi langsung tarik tunai di ATM di India.
Namun ada yang kurang dalam strategi penukaran uang kami. Karena kami menarik uang tunai di ATM bank swasta India, kami kena charge dari bank tersebut setiap penarikan sebesar ₹200 (saat itu kurs ₹1 adalah Rp205, jadi sekitar Rp41000) dan charge dari Jenius *saya menggunakan Jenius* Rp25000. Uang yang bisa ditarik setiap satu kali transaksi adalah maksimal ₹10000 sedangkan kami mau menarik ₹30000, jadi total biaya penarikan yang kami harus tanggung adalah 3*(41000+25000) = Rp198.000,00, cukup besar bukan? Besoknya kami baru mendapatkan informasi di internet bahwa jika ingin bebas biaya penarikan dari bank setempat harus mengambil di ATM bank milik pemerintah, seperti IDBI (Industrial Development Bank of India) dan State Bank Of India. Kalau menarik tunai di ATM bank negara tersebut, kita tidak dikenai biaya tambahan sebesar ₹200. Biarlah menjadi pelajaran saja, hoho.

Kehilangan Uang ± ₹6000
Selain kami mendapatkan rugi akibat biaya penarikan uang, kami juga kehilangan uang sekitar ₹6000 atau sekitar Rp1.230.000. Jadi, saya dan Mba Wid menyimpan uang di tempat yang sama, yaitu di tempat paspor Mba Widya. Kami tidak menyadari secara langsung bahwa uang kami hilang, karena memang semua uang dikumpulkan di satu tempat dan tidak terlihat berkurang karena memang selama dua hari kita hanya memakainya dan tidak menghitungnya. Betapa kagetnya kami saat menghitung sisa uang saat itu, hilang hampir ₹6000, tetapi kami tidak pernah mengeluarkan uang sebesar itu. Kalaupun terjatuh, rasanya akan terlihat oleh kami karena kami selalu memerhatikan satu sama lain wkwkwk. Tapi kalau dicuri, mengapa hanya sebagian yang diambil?.
Setelah kami renungkan bersama, kami pun berspekulasi kalau uang itu hilang diambil saat pemeriksaan tas saat akan masuk ke suatu gedung. Saat itu, dompet mba wid tidak ditaruh di bagian terdalam tas, tapi mudah dijangkau setelah resleting tas dibuka. Pemeriksaan tas berlangsung lama dilakukan di dalam suatu ruangan yang tidak bisa kami pantau, dan karena saat itu kami baru datang, kami pasrah saja, karena kami percaya saja dengan keamanan gedung tersebut. Tapi ini masih spekulasi, belum tentu karena hal itu dan kami memutuskan untuk memasrahkannya saja. Jadi pelajaran kalau kita tetap harus waspada dengan barang bawaan dimanapun dan kapanpun.
Drama Salah Hotel
Kami hanya mendapatkan akomodasi hotel saat konferensi berlangsung, setelah konferensi berakhir kami perlu mencari hotel dan membayarnya dengan uang kami sendiri. Sebelum kami berangkat, kami sudah memesan hotel lanjutan tersebut. Tentu saja tidak sama dengan hotel yang disediakan oleh kantor. Jika sebelumnya kami mendapatkan hotel bintang 5, kami memesan hotel bintang 1 dengan harga 300ribuan rupiah untuk 3 orang selama 3 hari. Murah sekali bukan? Kami belum membayarnya, hanya booking tanpa jaminan.
Saat hari konferensi terakhir, kami menitipkan koper kami ke hotel sebelumnya agar tidak bawa bawa koper saat konferensi. Jadi rencananya, setelah konferensi selesai, kami akan mengambil barang dan kemudian pindah ke hotel berikutnya. Namun, saat setelah konferensi, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu di mal dekat tempat konferensi dan bertemu dengan dua teman dari sister company (Bukalapak). Kami mengobrol dan membahas pekerjaan di kantor masing-masing hingga tidak terasa tiba-tiba waktu sudah lewat dari jam 9 malam. Mba Wid tiba tiba khawatir untuk pergi ke hotel yang sudah kami pesan tersebut karena letaknya jauh dan kami perlu mengambil barang barang kami di hotel sebelumnya. Sebenarnya, yang paling mengkhawatirkan adalah hotel selanjutnya yang tiba tiba terlihat menyeramkan. Karena merasa tak aman, dan kami belum membayar, kami memutuskan untuk mencari hotel terdekat dan minimal bintang 3.
Saat mencari hotel, akhirnya kami mendapatkan yang terdekat, namun ternyata lebih murah kalau lewat aplikasi pemesanan hotel (A*OD*), ada saja halangan yang melintang. Sinyal hp di foodcourt jelek sekali. Saya akhirnya ke luar foodcourt sebentar dan mencari wifi gratisan yang biasanya ada di warung kopi (coffee shop wkwk). Saat mencari, saya malah terdistract dengan es krim hahaha. Karena saya tidak mau makan berdiri, saya balik lagi ke foodcourt. Saya lupa kalau saya sedang mencari sinyal untuk mendownload aplikasi. Saat sampai di foodcourt, download masih mencapai progres 80% dan stuck sampai situ saja dan tiba tiba tidak bisa berselancar alias inet mati. Teman saya geleng-geleng haha.
Kami pun keluar foodcourt dan kemudian menemukan tempat kopi namun tidak ada wifi. Tetap kami beli sih, dan saya dibeliin wkwk *jajan terus ya kalau dipikir-pikir*. Karena inet saya belum kembali, dan sinyal Mba Wid juga masih lemah, akhirnya keluar Mal dan Alhamdulillah hp Mba Wid mendapatkan sinyal yang mumpuni, punya saya sih masih. Atas saran dari teman sister company, kami akhirnya memesan hotel Holiday Inn Express yang dekat dengan mal tersebut. Kami pun menjemput barang ke hotel kami sebelumnya dan berangkat ke hotel tujuan. Waktu saat itu sudah menunjukkan sekitar pukul 22.30.
Saat sampai hotel tujuan (sekitar 23.30), kami kaget karena pesanan kami tidak terdaftar. Saat dicek kembali, ternyata Holiday Inn Express ada tiga di Bengaluru. Kami tidak teliti dalam melihat detail hotel saat memesan uber. Yang kami datangi adalah hotel yang dekat dengan hotel sebelumnya sedangkan kami memesan Holiday Inn yang dekat dengan tempat konferensi. Sudah hampir tengah malam, dan kami belum sampai di hotel, haha. Dipikir-pikir yang tadinya kami takut kemalaman, eh malah jam segitu masih terkatung-katung haha.
Saat sampai di hotel yang benar, ternyata masih ada drama lagi saudara-saudara. Kami tidak bisa memesan ekstra bed karena memang maksimal berdua dalam satu kamar. Kami berdiskusi terlebih dahulu, padahal sudah jam 1 pagi. Pihak hotel pun memberikan keringanan dengan membolehkan kami untuk sekamar bertiga untuk malam itu namun harus memesan satu kamar lagi esok hari. Alhamdulillah kami pun bisa masuk kamar, dan ternyata memang kamarnya kecil dan kasurnya memang kasur Double Bed yang lebih cocok untuk berdua. Untungnya saat itu saya tidak bisa tidur karena minum kopi sebelumnya. Jadi kami bisa gantian tidur, karena saya baru bisa tidur dari pagi hingga siang hari.
Masih ada cerita lainnya, yaitu bagaimana sulitnya kami mencari nasi putih yang tawar, menemukan pasar Simpang Dago dan Pasar Baru di Bengaluru, berkunjung ke toko yang harga bukunya sangat murah dan bagaimana kami sulit untuk bertemu dengan kantong kresek di India. Di pos selanjutnya Insya Allah. Terimakasih sudah membaca XD