Beberapa hari yang lalu, saya kembali teringat dengan quote legendaris saat SMA yang sempat terlupakan:
Kamu harus tahu batasan diri tapi jangan batasi diri!
Saya kembali teringat itu setelah membaca tweet dari adik satu almamater SMA, terimakasih kepada Ketua BEM UI dan Ketua KM ITB yang menginspirasu adik tersebut untuk menyebutkan quote itu wkwk.
Saya mencoba kembali mengingat kapan tepatnya quote itu saya dengar. Sudah 9 tahun berlalu sejak saya lulus dari SMA yang berlokasi di Jalan Juanda itu. Jalan dan nama yang sama dengan SMA 1 Bandung, tapi bukan di Bandung wkwk. Sekolah yang diisi dengan siswa-siswa yang berenergi positif dan mimpi yang tinggi. Sekolah yang religius, ilmiah, satu. Eh itu mah slogan ekskul KIR di sana. Hhe
Saya ingat kapan quote itu pertama saya dengar. Saat saya mengangkat roti tawar di masing-masing tangan saat Masa Orientasi Siswa (MOS). Roti tawar yang ditulisi dengan Choki-Choki. Satu roti bertuliskan “Hidup Smansa” dan satu lagi “Aku Cinta Smansa”.
Kurang lebih seperti ini:
Roti tersebut harus dibawa dari rumah tanpa media apapun, dan tidak boleh rusak tulisannya. Saya sih agak nakal dengan membawa tempat makan karena susah bawanya dari rumah di Bojonggede ke sekolah yang berada di Bogor. Setelah waktu masuk telah tiba, kami diminta berbaris dan mengangkat roti tersebut tinggi-tinggi dan seingat saya sih sambil mengitari jalan samping sekolah.
Pegal sekali sebenarnya, dan ketika saya mencoba menurunkan tangan sedikit, langsung dibetulkan oleh kakak kelas wkwk. Kakak-kakak di samping berseru “Kalian bisa, Jangan batasi diri kalian!” Sesungguhnya saat itu saya tidak mengerti maksudnya. Di pikiran saya saat itu hanya ingin cepat selesai, wkwk. Tidak hanya saat MOS, pada tahap kaderisasi lainnya di SMA itu, quote tersebut sering terdengar. Mungkin itu cara kakak kelas menyemangati adiknya.
Saya kurang lebih setuju. Saya menyadari kalau saya terkadang tidak tahu batasan diri saya. Kalau orang lain mungkin ambisius dan melebih batasan diri, saya lebih sering membatasi diri. Saya mudah takut dan terlalu banyak berpikir untuk memulai sesuatu. Saat awal kuliah, karena mendengar ada yang stress saat terlalu ambisius di perkuliahan, saya mencoba lebih santai dan tidak mengejar nilai dengan sungguh-sungguh karena takut stress. Yang penting bisa melewatinya, pikir saya saat itu.
Saat mencari kerja pun begitu, efek saya tidak lebih sungguh-sungguh saat kuliah, saya merasa tidak bisa coding sehingga saya tidak percaya diri untuk melamar kerja yang membutuhkan skill coding yang tinggi. Hal yang sedikit saya sesali sekarang karena saya tidak percaya dengan potensi diri saya, namun tetap saya syukuri karena saya banyak menemukan kebahagiaan lain. Namun untuk selanjutnya, saya berjanji untuk lebih mendorong diri saya ini untuk menemukan batasan diri yang sebenarnya, tidak takut mencoba, dan tetap tegar menghadapi masalah.