Limitation

Beberapa hari yang lalu, saya kembali teringat dengan quote legendaris saat SMA yang sempat terlupakan:

Kamu harus tahu batasan diri tapi jangan batasi diri!

Saya kembali teringat itu setelah membaca tweet dari adik satu almamater SMA, terimakasih kepada Ketua BEM UI dan Ketua KM ITB yang menginspirasu adik tersebut untuk menyebutkan quote itu wkwk.

Saya mencoba kembali mengingat kapan tepatnya quote itu saya dengar. Sudah 9 tahun berlalu sejak saya lulus dari SMA yang berlokasi di Jalan Juanda itu. Jalan dan nama yang sama dengan SMA 1 Bandung, tapi bukan di Bandung wkwk. Sekolah yang diisi dengan siswa-siswa yang berenergi positif dan mimpi yang tinggi. Sekolah yang religius, ilmiah, satu. Eh itu mah slogan ekskul KIR di sana. Hhe

Saya ingat kapan quote itu pertama saya dengar. Saat saya mengangkat roti tawar di masing-masing tangan saat Masa Orientasi Siswa (MOS). Roti tawar yang ditulisi dengan Choki-Choki. Satu roti bertuliskan “Hidup Smansa” dan satu lagi “Aku Cinta Smansa”.

Kurang lebih seperti ini:

source: http://adatitidisini.blogspot.com/2010/07/aku-cinta-smansa-hidup-smansa.html?m=1

Roti tersebut harus dibawa dari rumah tanpa media apapun, dan tidak boleh rusak tulisannya. Saya sih agak nakal dengan membawa tempat makan karena susah bawanya dari rumah di Bojonggede ke sekolah yang berada di Bogor. Setelah waktu masuk telah tiba, kami diminta berbaris dan mengangkat roti tersebut tinggi-tinggi dan seingat saya sih sambil mengitari jalan samping sekolah.

Pegal sekali sebenarnya, dan ketika saya mencoba menurunkan tangan sedikit, langsung dibetulkan oleh kakak kelas wkwk. Kakak-kakak di samping berseru “Kalian bisa, Jangan batasi diri kalian!” Sesungguhnya saat itu saya tidak mengerti maksudnya. Di pikiran saya saat itu hanya ingin cepat selesai, wkwk. Tidak hanya saat MOS, pada tahap kaderisasi lainnya di SMA itu, quote tersebut sering terdengar. Mungkin itu cara kakak kelas menyemangati adiknya.

Saya kurang lebih setuju. Saya menyadari kalau saya terkadang tidak tahu batasan diri saya. Kalau orang lain mungkin ambisius dan melebih batasan diri, saya lebih sering membatasi diri. Saya mudah takut dan terlalu banyak berpikir untuk memulai sesuatu. Saat awal kuliah, karena mendengar ada yang stress saat terlalu ambisius di perkuliahan, saya mencoba lebih santai dan tidak mengejar nilai dengan sungguh-sungguh karena takut stress. Yang penting bisa melewatinya, pikir saya saat itu.

Saat mencari kerja pun begitu, efek saya tidak lebih sungguh-sungguh saat kuliah, saya merasa tidak bisa coding sehingga saya tidak percaya diri untuk melamar kerja yang membutuhkan skill coding yang tinggi. Hal yang sedikit saya sesali sekarang karena saya tidak percaya dengan potensi diri saya, namun tetap saya syukuri karena saya banyak menemukan kebahagiaan lain. Namun untuk selanjutnya, saya berjanji untuk lebih mendorong diri saya ini untuk menemukan batasan diri yang sebenarnya, tidak takut mencoba, dan tetap tegar menghadapi masalah.

Terlambat

Terlambat. Seperti pos ini yang harusnya selesai minggu lalu supaya rutinitas blogging tiap minggu terlaksana. Terlambat hampir seminggu karena saya tak sempat menulis akibat banyak bermain. Kantor memberikan tiket masuk On Off Festival secara cuma-cuma jadi saya manfaatkan saja. Setelah mengikuti acara tersebut saya menjadi sadar kalau saya sudah tidak mengikuti musik zaman sekarang, hihi.

Saat saya sedang bersepeda pagi-pagi untuk ke pasar, tiba-tiba saya terpikirkan sesuatu. Saya ingat bahwa saya pada tahun lalu tidak percaya bahwa saya bisa olahraga pagi-pagi. Saya sering tertidur lagi setelah Subuh. Saya pikir jam 5 terlalu gelap dan pagi untuk berolahraga. Apalagi kalau lari atau jalan kaki sendirian. Saya takut ada penjahat atau apalah itu yang bisa membahayakan saya jika olahraga jam segitu. Saya pikir solusinya adalah mengajak teman yang kebetulan satu kosan. Ternyata energi aktivasi yang dibutuhkan dia lebih besar dibanding saya, wkwk. Sebenarnya waktunya bisa digunakan untuk ngoprek atau baca buku sih, tapi godaan untuk tidur karena dekat kasur itu sangatlah besar.

Akhirnya saya terpikir untuk membeli sepeda. Saya pikir akan lebih aman karena saya bisa kabur dengan cepat kalau ada yang mencurigakan, wkwk *terlalu waspada*. Teman dan keluarga awalnya tidak yakin kalau sepeda adalah solusi. Palingan juga hanya di awal-awal dan selanjutnya tidak akan dipakai lagi. Saat mendengar keraguan itu, saya jadi semakin semangat untuk membuktikan saya akan rajin olahraga, hihihi. Pada awalnya memang berat, dan bermodalkan keraguan orang-orang saja, tapi lama-lama biasa juga. Ternyata jam 5-6 tidak ada orang yang mencurigakan. Kendaraan masih sedikit. Saya jadi mengenal tempat-tempat sekitar kosan. Pasar Mencos yang saya kira jauh ternyata dekat, padahal saya sudah lihat di peta lokasinya, hohoho.

Saya setahun lalu juga tidak pernah terpikirkan untuk memasak, bahkan masak mie, karena dapur ada di lantai 4. Yang saya bayangkan adalah betapa malasnya saya harus bolak balik turun naik dari kamar saya yang berada di lantai satu untuk memasak. Saya juga membayangkan saya malas untuk beli bahan-bahan ke pasar yang saya kira jauh, hoho. Bisa sih beli di supermarket, tapi harganya tidak semurah pasar. Intinya, saya sudah malas duluan sebelum mencobanya.

Kenyataannya tidak sesulit itu. Mungkin karena sudah terbiasa bangun pagi untuk sepedaan, jadi ke pasar bisa sekalian naik sepeda. Jam 5 – 6an pasar sudah ramai. Saya senang ke Pasar Mencos karena semuanya lengkap ada di sana. Tempatnya pun bersih dan teratur, tidak sulit untuk menemukan barang yang sudah dibeli karena sudah terkelompokkan, dimana tempat beli ayam, daging, sayuran, bumbu-bumbu, dll. Di sekitar pasar juga banyak jajanan XD. Masak di lantai 4 pun ternyata tidak selelah yang saya pikirkan. Kalau dulu saya selalu terengah-engah ketika sampai atas, sekarang sudah tidak lagi. Siapa takut bolah balik 4 lantai? wkwk

Saya merasa terlambat baru menyadari dan mencobanya akhir-akhir ini setelah sudah hampir setahun di kosan. Pelajaran yang bisa diambil adalah jangan terlalu banyak berpikir negatif dahulu sebelum mencoba. Kalau tujuannya untuk hal yang positif seharusnya berusaha dulu dalam mencoba. Mungkin awalnya berat, tapi lama-lama terbiasa.

Sama seperti saat belajar pemrogramanSaya seringkali berpikir terlalu lama dan akhirnya malah merasa sulit terus jadi tidak dimulai-mulai.  Padahal setelah dicoba, baru akan terpikir solusinya. Kurang lebih seperti gambar yang saya temukan di twitter ini:

EERLgDfUcAAFciC

Happy International Programmer’s Day! (13 September 2019)

Kesempatan

Allah SWT memberikan kemampuan untuk hamba-Nya yang mengambil kesempatan, bukan hanya memberikan kesempatan kepada yang memiliki kemampuan.

Saya lupa siapa yang memberikan nasihat itu kepada saya, yang saya ingat adalah saya tahu itu diberikan saat saya SMA. Saya juga tidak ingat alasan saya diberikan nasihat seperti itu, tapi nasihat itu saya ingat sampai sekarang, dan saya terapkan beberapa kali saat kuliah, saat bekerja, dan saya berikan ke teman-teman saya yang membutuhkan.

Salah satu yang  sering dengar saat menjadi pengurus himpunan saat kuliah adalah penolakan saat seseorang akan diberikan amanah untuk menjadi ketua sesuatu, baik ketua acara, kadiv, maupun  pencalonan kahim. Alasannya kurang lebih adalah merasa tidak mampu, tidak cocok, atau masih ada fokus yang lain. Bukan maksud saya menolak amanah itu adalah hal yang buruk, karena memang memegang amanah itu berat dan saya beberapa kali merasa gagal dalam memegang amanah. Namun, kalau alasannya tidak mampu, saya coba untuk memberikan nasihat sesuai quote di atas.

Saat memberikan quote  di atas, saya selalu menceritakan pengalaman saya dalam berorganisasi. Seperti yang saya pernah bahas di pos sebelumnya kalau saya tidak rajin  ikut organisasi saat saya sekolah. Saya tidak pernah berbicara di depan umum dan jarang menyampaikan pendapat di forum. Saat masuk kuliah tingkat pertama, saya mulai mendaftarkan diri ke berbagai organisasi, tapi masih tetap belum bisa aktif dan bisa menyampaikan pendapat di depan umum. Saat kuliah tingkat dua, saya mencalonkan diri untuk menjadi ketua kaderisasi jurusan di himpunan. Tentu saja hal itu adalah langkah yang terlalu berani karena saya tidak memiliki pengalaman sama sekali. Namanya juga saya, selalu mengikuti kata hati, padahal kemampuan diri masih kurang. Nothing to Lose, itu yang saya pikirkan saat itu.

Saya memang akhirnya tidak terpilih, tapi dari situlah saya bisa aktif lebih jauh lagi di himpunan. Saya bisa dipercaya untuk jadi kadiv MSDM SPARTA (nama kaderisasi jurusan saya), lalu kemudian menjadi salah satu Dewan Eksekutif (badan pengurus himpunan), bagian PSDA yang mengurus kaderisasi dan akademik.  Saat menjadi badan pengurus, saya mengenal dan dikenal teman lintas angkatan, tata usaha dan kaprodi (ini sangat menyelamatkan saya di masa-masa tugas akhir saya), dan juga teman-teman di luar himpunan. Saya akhirnya bisa tidak mengantuk di atas jam 9 malam karena banyak rapat malam-malam. Salah satu kakak tingkat saya bilang kalau saya sangat berubah sejak pertama kali melihat saya baru masuk ke jurusan (tingkat dua). Dia tidak menyangka kalau saya bisa aktif. Kalau saya renungkan kembali, semua dimulai dengan mencoba dan memanfaatkan kesempatan, walaupun gagal.

Dari situlah saya belajar untuk mencoba mengambil kesempatan yang tersedia, walau saya merasa belum mampu. Contohnya adalah tahun lalu saat ada pendaftaran untuk menjadi pembicara Appium Conference 2019 di Bengaluru, India. Syaratnya adalah mengirimkan proposal apa yang akan mau disampaikan di sana. Syaratnya cukup mudah bukan? VP Engineering saya saat itu mendorong agar ada perwakilan dari Test Engineer yang mendaftar ke sana. Saya coba mengajak teman-teman saya agar mendaftar dan mengirimkan proposal. Beberapa menolak karena merasa belum siap menjadi pembicara apalagi dalam Bahasa Inggris. Saya? Tentu saja saya mendaftar karena proposal tetap akan diseleksi dan kalau lolos seleksi berarti materi saya cukup menarik untuk disampaikan. Masalah bahasa, saya juga bermasalah, tapi saya yakin jika memang nanti terpilih saya malah akan lebih berusaha untuk memperbaikinya. Alhamdulillah proposal saya diterima, walau presentasi saya tidak bagus-bagus amat tapi saya mendapatkan banyak hal baru setelah menjadi speaker di Appium Conf 2019.

Jadi menurut saya, jangan tunggu kita mampu dulu untuk mengambil kesempatan, tapi ambillah kesempatan yang ada sehingga kita menjadi mampu. Namun tetap harus percaya diri dan mau berusaha, hehe. Jangan berpikiran negatif dulu kalau kita tidak bisa. Begitu juga sebaliknya, kita tidak boleh meremehkan orang yang terlihat tidak mampu tapi mau mengambil kesempatan. Orang itu sedang berusaha untuk meningkatkan kemampuan dirinya melalui kesempatan tersebut. Tetap semangat!