Pemimpi Kelas Paus

Di cerita-cerita sebelumnya saya pernah bercerita tentang masa-masa sekolah saya. Selama sekolah, terutama masa SMP dan SMA, saya merasa tidak punya banyak teman karena tidak aktif berorganisasi. Kebetulan juga saya ditempatkan di kelas yang mayoritas siswanya tidak berubah sehingga dari kelas pertama hingga lulus circle saya itu-itu saja. Namun saya beruntung karena saya naik kereta untuk ke sekolah, jadi saya memiliki circle tambahan selain dari teman-teman sekelas. Karena dulu jadwal kereta ke Bogor itu cuma satu yang paling sesuai dengan jam masuk sekolah, jadi pelajar yang bersekolah di Bogor (dan kebanyakan berasal dari Bojonggede) berangkat dengan kereta yang sama. Setiap orang punya tempat menunggu kereta yang sama setiap harinya termasuk saya, jadi saya hafal tempat untuk menemukan teman-teman saya. Saya dan teman-teman saya biasanya menunggu di tengah karena biasanya lebih longgar. Tempat pintu keluar di stasiun Bogor ada di depan dan di belakang, sehingga lebih banyak orang yang naik di kereta paling depan atau belakang. Saya dan teman-teman saya sih santai saja, yang penting keretanya tidak terlambat jadi masih tepat waktu untuk sampai ke sekolah.

Saat SMA saya memiliki semacam geng sendiri. Sebenarnya kalau dinamakan geng seperti terkotak-kotak ya, tapi kenyataannya begitu, haha. Saya memiliki teman yang cukup dekat karena kondisi geografis, alias tempat duduk kami selalu berdekatan. Tidak seperti waktu SMP, saat SMA tempat duduk sangat dibebaskan. Bentuk tempat duduknya wajar juga, tidak seperti SMP yang dibentuk berkelompok dengan letter U. Waktu SMP itu sepertinya awal-awal kurikulum KTSP yang banyak sekali diskusi kelompoknya. Saat SMA, saya hampir duduk di tempat yang sama dengan orang yang sama dan tetangga yang sama hahahaha. Karena sering bersama dan berkelompok bareng, saya, teman sebangku saya, dan teman meja depan dan belakang (Nita, Nisoph, Andin, Arif, Bani) jadi semacam membentuk geng sendiri. Namanya PQR. Kepanjangannya rahasiaaa. Nita teman sebangku saya, Nisoph dan Andin teman di bangku depan, Bani dan Arif teman di bangku belakang.

Mereka berlima yang mengisi hari-hari saya di SMA. Bukan hanya memori yang menyenangkan, tapi juga menyebalkan. Selain Nisoph, kami berlima bukan orang yang kalem. Jadi sering sekali kami menyebalkan untuk satu sama lain. Kami berenam kelihatannya seperti kelompok yang alim. Kelihatan begitu karena hampir semua adalah anggota DKM, dan bahkan salah satu dari kami adalah Ketua DKM. Alhamdulillah sih bersama mereka memang membuat saya lebih rajin, baik urusan dunia maupun akhirat. Rasa kompetitif saya pun sepertinya terasah karena mereka juga. Arif dan Bani ini sering sekali mengejek saya kalau nilai saya lebih jelek dari mereka. Saya saja yang diledek karena saya saja yang merasa kesal mungkin ya. Tapi kalau saya bodo amat waktu dulu mungkin saya tidak semangat belajar, ahahaha. Saya masih ingat dulu saya belajar Fisika mati-matian karena pernah diledek oleh salah satu dari mereka kalau saya tidak cocok masuk teknik karena nilai Fisika saya jelek. Padahal saya dulu belum memutuskan mau meneruskan ke jurusan apa. Pokoknya tidak mau diledek, haha.

Saya dan Anita adalah teman sebangku yang saling menyebalkan satu sama lain, hahaha. Itu yang membuat dekat mungkin ya. Saya lebih dekat dengan Andin dan Nisoph sebenarnya, bahkan masih cukup sering chat dengan Andin, mungkin karena hanya kami yang belum berkeluarga. Saya dulu kagum dengan Nisoph, kok ada ya orang yang terlihat tidak pernah marah sama sekali, benar-benar tenang, kalem saja gitu. Kami berdua pernah menjadi satu tim dalam lomba bahasa Jerman di FIB UI. Saya lupa sih kenapa saya bisa terpilih haha. Nilai bahasa Jerman kami memang bagus sih, tapi belum tahap bisa berbicara lancar. Jadilah saat lomba, walau kami lolos tes tertulis dan melaju hingga cerdas cermat, kami kalah telak dengan tim lain karena tidak bisa berbicara lancar seperti tim lawan, wkwkwk. Saya jadi ingat saya ingin sekali ke Swiss setelah lomba itu karena mendapatkan buku mengenai negara Swiss yang didapatkan saat lomba itu. Apakah impian saya untuk ke sana masih bisa terwujud? Mungkin dimulai dengan belajar Bahasa Jerman lagi haha

Setelah masuk kuliah, kami jarang bertemu lagi, kecuali bertemu dengan Arif karena satu kampus bahkan satu fakultas. Nita, Nisoph, Bani, dan Andin mungkin lebih sering bertemu karena berkuliah di Bogor. Saat awal-awal perkuliahan, kami masih bertemu untuk buka puasa bersama di Bogor. Kebetulan juga saat itu libur dan bisa pulang ke Bogor. Sekarang mereka sudah memiliki pasangan masing-masing (dan ada yang sudah punya anak) sehingga sedikit sulit untuk bertemu kembali. Semoga setelah pandemi ini berakhir kami bisa bersilaturahmi kembali.

Oh iya, saya sering menuliskan slogan saya: “Pemimpi Kelas Paus”. Itu sebenarnya didapatkan setelah menonton film “Sang Pemimpi” bersama mereka. Film itu menceritakan tentang Arai, sepupu Ikal yang walaupun tukang rusuh, tapi dia berjuang keras untuk mencapai mimpinya bersekolah di luar negeri. Dia disebut oleh Ikal sebagai pemimpi kelas kakap. Nah, saat itu saya yang juga pemimpi ini ikut-ikutan. Saya memilih ikan yang lebih besar dibanding ikan kakap, yaitu ikan paus, hahaha. Dulu di depan buku binder saya ditulis dan digambar oleh Nisoph : Pemimpi Kelas Paus (bersama gambar ikan paus). Sayang sekali bukunya sepertinya tersimpan dalam di rumah dan saya tidak menemukannya di foto Facebook. Padahal mau saya pamer di sini, wkwk. Ya sudahlah. Semangat bermimpi dan ingat untuk berjuang keras untuk mewujudkannya!

Published by

aisyahdz

iOS Engineer

One thought on “Pemimpi Kelas Paus”

Leave a comment