Clean Eating?

Selama ini saya tidak pernah memerhatikan yang saya makan. Mau itu terlalu manis atau terlalu asin.  Mau itu banyak gulanya atau banyak garamnya. Eh sama ya.

Intinya saya tidak memerhatikan kandungan gizi yang saya makan dan apakah sudah memenuhi kebutuhan gizi per hari, bahkan lebih sering kelebihan. Saya hanya menghindari tempat makan yang tidak bersih saja padahal tempat yang bersih makanannya belum tentu sehat, seperti fastfood.

Tentu saja dengan pola makan yang tidak dipola membuat berat badan saya jauh dari kata ideal. Saya pada awalnya salah mengartikan ‘Love Yourself’. Saya selalu mencari pembenaran untuk tetap makan semaunya. Saya selalu berpikir buat apa menahan-nahan makan yang saya inginkan hanya untuk penampilan? Mengapa harus memerhatikan kata orang? Jadi saya berpikir saya harus mencintai diri sendiri apa adanya, padahal tidak begitu.

Saya sebenarnya sering melihat cerita orang-orang yang berhasil menjadi lebih kurus. Ada yang dengan rutin olahraga (e.g fitness), ada juga dengan hanya mengatur pola makan. Saya sempat tertarik dengan cara Dewi Hughes yang sekarang jauh lebih langsing. Dia menggunakan metode clean eating, yang saya tangkap adalah makan makanan dari alam dengan tidak mengubah bentuk aslinya, alias tidak melalui banyak pemrosesan. Tidak hanya menghindari fastfood, tetapi juga memasak makanan dengan lebih simple, tidak makan makanan instan/kemasan,banyak makan sayur dan buah, menghindari lemak jahat, dan juga tidak minum minuman manis.

Namun motivasi untuk menjadi lebih kurus itu tidak terlalu membuat saya semangat mengubah pola makan. Saya memang mengurangi porsi makan saya, tapi saya kurang minum air putih dan kurang sayur. Buah pun kalau disediakan di kantor saja, wkwk. Sampai akhirnya tahun ini saya lebih sering ke rumah sakit. Bukan berarti sakit parah sih, ada masalah lain yang dokter pun menyuruh saya untuk berhenti makan makanan instan. Saya mencoba memasak makanan saya sendiri. Yang tadinya saya malas untuk masak karena dapur ada di lantai 4 (kamar saya di lantai 1), saya jadi terbiasa naik turun tangga demi bisa bawa makanan sendiri untuk makan di kantor, walau makanannya cuma satu macam. Baru seminggu sih kayak gitu wkwkwk, lebih banyak menu yang digoreng, saya menjadi merasa masih ada yang salah. Tadi siang, saya tidak sengaja membaca buku Eating Clean , 20 Langkah Mudah Membiasakan Makan Sehat dari Inge Tumiwa-Bachrens yang ada di playbook saya. Kebetulan sekali Ibu Inge ini awalnya memiliki masalah kesehatan yang mirip dengan saya dan akhirnya bisa hidup sehat dengan clean eating. Saya jadi lebih semangat untuk menerapkannya.

Saya sengaja menceritakan niat saya untuk menerapkan clean eating agar saya bisa lebih semangat dan ingat kalau mungkin ada yang membaca dan saya jadi malu untuk tidak menerapkan. Padahal belum tentu juga sih ada yang baca wkwk. Jadi, untuk sebulan ke depan saya akan bertekad untuk:

  • Tidak makan fastfood lagi.
  • Hanya minum air putih (tidak minum minuman manis lagi termasuk yoghurt, karena gulanya banyak), kecuali pas 1on1 wkwk
  • Makan sayur setiap hari
  • Mengurangi makanan kemasan.
  • Mengurangi susu dan dairy product.
  • Menghindari makanan yang digoreng

Sebenarnya prinsip clean eating itu ada banyak, tapi mari terapkan sedikit demi sedikit dahulu. Semoga saya bisa konsisten. Aamiin.

Menerima Feedback

Tidak semua orang bisa menerima feedback (umpan balik) dengan baik. Begitu juga dengan saya. Pada awalnya, saya merasa sulit untuk menerapkan masukan dari orang lain. Seperti ada ego saya yang tersinggung. Jangankan untuk menerapkan feedback yang diberikan, saat mendengarkan saya lebih sering mencari alasan untuk menentang masukan tersebut dibanding mencernanya terlebih dahulu. Saya yang dahulu memang masih kurang banyak bergaul, tidak bisa mengontrol emosi, merasa paling benar dan yang lebih parah adalah saya lebih sering berpikir negatif atas maksud orang lain.

Saya mencoba mencari penyebab saya seperti itu. Saya mulai menganalisis masa kecil saya. Saya anak pertama dari empat bersaudara. Saat masih kecil, saya sering bertengkar dengan adik saya yang pertama yang selisih umurnya hanya dua tahun. Saya selalu dimarahi karena membuat adik saya menangis. Saya tidak ingat apakah itu murni kesalahan saya atau bukan. Yang selalu saya ingat, yang lebih besar harus mengalah dan lebih banyak disalahkan. Selain itu, setiap saya tidak setuju akan sesuatu, orang tua saya lebih sering bilang untuk percaya saja dengan kata orang tua karena sudah berpengalaman dibanding menjelaskan dengan alasan yang benar-benar membuat saya mengerti dan menerima. Mungkin karena itu, saya menjadi skeptis dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Saya jadi lebih sering defensif. Saya sulit mengakui kesalahan saya sendiri.

Saya sering keluar untuk main dan dipercaya untuk menjadi ketua kelompok saat tugas sekolah. Bukan karena saya paling bijaksana atau mengayomi, tapi sepertinya karena saya saja yang mau. Saat masih sekolah, saya juga jarang aktif berorganisasi. Saya daftar banyak organisasi, tapi tidak ada yang saya benar-benar berkomitmen. Saya jadi kurang bagus dalam menghadapi masalah, mental pun saya lemah, karena saya lebih sering menghindari masalah. Saya sebenarnya iri dengan teman-teman saya yang jago berorganisasi, jago komunikasi. Iri saja, tapi tetap malas, wkwk. Salah satu alasan kenapa saya malas, karena saya lebih senang pulang ke rumah lebih cepat, mungkin karena efek rumah jauh dan ortu saya tidak terlalu suka saya untuk pulang lebih lama.

Hingga saat kuliah semua berubah. Saya jauh dari orang tua dan saya merasa sendirian kalau kupu kupu (kuliah pulang kuliah pulang). Saya pada awalnya tinggal di rumah nenek yang cukup jauh dari kampus. Saya ingin lebih banyak berorganisasi dan belajar menghadapi banyak orang. Saya memutuskan untuk masuk asrama pada semester dua, dan kemudian mengontrak dan kos dengan teman-teman kuliah.

Saat pertama kali tinggal bersama orang lain yang bukan keluarga sendiri, banyak adaptasi yang perlu dilakukan. Super Chaos. Saya yang jika di rumah kecewa akan sesuatu saya bisa hanya diam saja dan keluarga akan paham, di asrama/kontrakan saya tidak bisa begitu. Saya perlu mengkomunikasikan apa yang saya rasa dan saya pikirkan. Saya tidak bisa menunggu orang lain untuk memahami saya terlebih dahulu, dan saya baru sadar itu satu atau dua tahun kemudian setelah saya mencoba untuk memperbaiki diri dengan mempertimbangkan semua umpan balik yang diberikan oleh orang lain. Saya banyak belajar bagaimana mengelola emosi dan berpikiran positif dari teman teman sekitar saya. Alhamdulillah mereka tidak menjauh dari saya saat saya masih menjadi orang yang super sensitif. Sekarang masih sensitif sih, tapi sekarang lebih bisa dikendalikan. Alhamdulillah saya dipertemukan oleh mereka di asrama.

Saat masa masa tugas akhir, saya kembali mengalami masa krisis. Saya menghindar dari masalah tugas akhir saya dan menunda-nunda dalam pengerjaan. Saya menceritakan habit saya tersebut kepada dosen pembimbing saya dan dia memberikan masukan yang masih saya ingat sampai sekarang:

Kalau kamu mau memperbaiki kesalahan kamu, kamu harus menyadari kesalahanmu itu

Yang saya tangkap dari kata kata tersebut adalah saya perlu mengakui kesalahan tersebut. Saya tidak boleh nge-les atau mencari pembenaran atas kesalahan saya. Saat menceritakan masukan tersebut dengan teman saya, teman saya sangat setuju karena dia memerhatikan saya selalu mencari pembenaran saat diberitahu kesalahan saya. Saya lebih banyak nge-les dibanding memperbaiki diri. Intinya: tidak benar-benar mendengarkan feedback.

Setelah menyadari hal tersebut, saya mencoba untuk mendengarkan dengan baik segala masukan dari orang lain. Walau belum tentu semua masukan adalah benar, tapi seharusny saya cerna terlebih dahulu dibandingkan mencari alasan pembenaran. Sekarang, saya lebih senang jika orang langsung bilang apa kesalahan saya dibanding saya dibiarkan menyimpan kesalahan tersebut. Saya juga menyadari kalau saya juga perlu memberikan feedback kepada orang lain, karena mungkin saja dia tidak sengaja melakukan kesalahan tersebut atau ada alasan lain yang bisa kita bantu agar menjadi lebih baik. Intinya: saling menasihati dan tolong menolong dalam kebaikan.

Saya merasa beruntung di perusahaan sekarang feedback mudah didapat melalui proses pair feedback dan 1on1 dengan team lead. Saya bisa menceritakan keluh kesah dan masalah saya dengan cepat dan saya pun mendapatkan banyak masukan dari teman pairing dan team lead. Dari saya yang kurang inisiatif, saya yang kurang bagus dalam menjelaskan, saya yang mudah terdistraksi, kurang belajar, semoga saya bisa menjadi engineer atau bahkan manusia yang lebih baik lagi, aamiin!

Mencoba Coworking Space Stasiun Bandung

Tulisan ini sudah lama terpendam di draft karena kemalasan saya menulis akhir-akhir ini. Kebetulan di hari Idul Adha ini saya tidak bisa lama di rumah dan harus ke kosan, untuk menghibur diri yang jadinya tidak bisa makan daging, jadi terpikirkan untuk menulis lagi *sungguh tidak ada hubungannya*

photo6233085453578381677

Kereta api adalah transportasi terfavorit saya sejak saya masih dalam kandungan kalau ke Bandung karena selain saya waktu kecil sering mabuk darat kalau naik bis, naik kereta api memiliki waktu tempuh yang fixed (sekitar 3-4 jam). Saya pernah mengalami keterlambatan sampai lebih dari 4 jam perjalanan, tapi masih bisa saya tolerir. Saya sedikit trauma dengan naik travel atau mobil sampai 8 jam di jalan XD. Kalau terpaksa sih tidak apa-apa, hoho. Selain cepat, di kereta api juga banyak fasilitasnya seperti terminal dan restoran makan. Sekarang saya baru menemukan satu fasilitas yang cukup menarik yang ada di stasiun Bandung dan juga di stasiun Gambir, yaitu Coworking Space.

Saat terakhir ke Bandung kemarin saya memutuskan untuk mencoba coworking space yang letaknya di sisi kiri depan dekat jalur pejalan kaki di gerbang utara Stasiun Bandung (Kebon Kawung). Kebetulan saat itu jadwal kereta saya masih sekitar 2 jam lagi. Karena saya sedang malas merangkai kata, saya ceritakan dalam bentuk FAQ ya, hehe.

Apa syarat dan ketentuan untuk menggunakan coworking space-nya?

Harus punya boarding pass perjalanan kereta di hari yang sama. Kita boleh menggunakan coworking space setelah perjalanan atau sebelum perjalanan. Selain itu, kita akan diminta untuk meng-install aplikasi KAI Access. Kebetulan saya memang sudah meng-install aplikasi KAI Access sebelumnya agar tidak perlu mencetak tiket atau boarding pass lagi, tinggal tunjukkan e-ticket atau e-boarding pass di aplikasi *promosi*.

Selain itu, petugasnya akan menanyakan maksud dan tujuan kita menggunakan coworking space. Nah, saya saat itu tidak tahu kalau hanya boleh dipakai kalau alasanya untuk bekerja. Saya dengan polosnya bilang saya menunggu jadwal kereta. Saya diminta untuk menunggu di ruang tunggu stasiun saja karena coworking space hanya untuk bekerja. Karena saya membawa laptop, saya dengan santainya membalas, “Kalau begitu, saya juga mau mengerjakan sesuatu deh” XD. Memang tidak malu-malu wkwk. Saat sudah masuk, saya mencoba mendengarkan alasan menggunakan coworking space dari orang yang baru mendaftar, ternyata tidak ada yang niatnya selain untuk bekerja, haha. Entah karena sudah tahu atau memang tidak ada yang niatnya menunggu saja seperti saya.

Ada batas jam pemakaian?

Ada. Kita cuma bisa memakai coworking space selama 2 jam saja. Jika masih membutuhkan, bisa di-extend hingga satu jam lagi, jadi totalnya 3 jam.

Bisa muat untuk berapa orang? Fasilitasnya ada apa saja?

Kalau dihitung dari jumlah kursinya, bisa dipakai untuk 16 orang. 14 kursi besi dengan meja (2 meja panjang untuk masing-masing 6 orang dan 2 meja lebih pendek yang menempel ke dinding untuk dua orang), 2 lagi berbentuk sofa.

Fasilitasnya ada wi-fi, dispenser air minum, AC, meja, kursi, sofa, dan colokan listrik. Ada juga figura-figura dan monitor untuk dipandangi kalau bosan XD.

Bagaimana kesannya? Tidak ada gambarnya nih?

Kesan saya secara keseluruhan sih bagus, saya lebih senang menunggu di sini dibandingkan di ruang tunggu dalam stasiun. Selain lebih adem karena ada pendingin ruangan, kita bisa minum gratis juga dan mengisi baterai hp sambil menunggu. Untuk orang yang super produktif tentunya akan sangat terbantu karena bisa mengerjakan tugas di sini.

Lagi-lagi saya tidak banyak mengabadikan dalam bentuk foto. Setelah dilihat-lihat fotonya tidak ada yang bagus, wkwk. Tapi tidak apalah, yang penting ada untuk disisipkan di blog haha. Terimakasih sudah membaca!

IMG_2107
Penampakkan Meja dan Kursi
IMG_4782
Tempat petugas, sofa, dan dispenser minuman (free)