Review Mi Smart Band 5

Pada awalnya saya tidak terlalu tertarik untuk membeli smart band karena saya kira hanya untuk menerima notifikasi dan digitisasi jam. Saya sejujurnya lebih suka menggunakan jam tangan analog, itu pun saya sudah tidak pernah memakai jam lagi karena jam tangan yang terakhir saya punya rusak. Jam tangan saya biasanya ada sejarahnya. Jam tangan pertama adalah pemberian ibu saat ujian masuk SMP, saat itu memang dibutuhkan agar saya aware dengan waktu ujian. Jam tangan kedua saya beli sendiri dari hasil les privat anak tetangga saat SMA. Jam tangan ketiga pemberian ayah saya yang saya pakai saat kuliah. Yang terakhir pemberian teman saya saat sudah bekerja. Kok jadi ngomongin jam tangan, wkwk.

Beberapa bulan lalu saya sering merasa jantung berdetak cepat tiba-tiba padahal tidak sedang menonton film seram. Saat itu juga saya sedang memulai olahraga kembali sehingga saya takut tiba-tiba detak jantung saya terlalu cepat dan melewati batas normal (saya takut ada efek operasi padahal saat pra operasi sih pemeriksaan jantung saya normal). Saya merasa membutuhkan wearable device untuk mengontrol detak jantung. Tapi tidak langsung saya beli, saya pikir-pikir dulu mengingat harganya yang lumayan, sayang sekali kalau akhirnya tidak sering saya pakai.

Sampai akhirnya ada flash sale di suatu e-commerce. Saya pun mempertimbangkannya kembali. Saya melihat spesifikasi dari smart band yang dijual tersebut. Ternyata selain pemantau detak jantung, ada fitur-fitur lainnya yang saya butuhkan seperti sport tracker (ada 11 olahraga yang bisa ditrack), pemantau tidur, pemantau stress, melatih pernafasan (ini maksudnya supaya lebih tenang), period tracker (ini khusus wanita), pengingat kalau terlalu lama idle dan juga fitur umum seperti notification alerts, pemutar musik, alarm, stopwatch, dll.

Namun fitur yang paling saya suka ada 3:

  1. Sleep Monitoring
    Saya tidak pernah mencatat waktu tidur saya dan saat itu jam tidur saya sedang acak. Setelah saya menggunakan fitur ini saya jadi tahu lebih detil kapan saya mulai terlelap, kapan memasuki fase REM (Rapid Eye Movement, tahap penting untuk recovery), deep sleep, light sleep dan durasinya. Ada analisisnya juga yang bisa kita lihat untuk membantu kita mengetahui kualitas tidur kita. Saya sering kurang tidur kecuali saat bulan lalu, wkwk. Oh iya analisis tidurnya bisa dilihat di aplikasi Mi-Fit yang akan tersinkronisasi dengan Mi-Band dan bisa juga disinkronisasi dengan aplikasi kesehatan lain. Contohnya seperti ini:

2. Sport Tracking
Sebenarnya ada 11 olahraga yang bisa di-track : rowing machine, elliptical, yoga, outdoor running, outdoor cycling, pool swimming, indoor cycling, jump rope, treadmill, power walking, dan freestyle, namun yang saya lakukan cuma 3, yaitu outdoor running, outdoor cycling dan power walking. Sebenarnya bisa dilakukan oleh strava juga sih kalau mau tracking saja, tapi selain bisa sekalian mengecek detak jantungnya, saya juga bisa lebih mudah untuk dibawa, dibanding melihat handphone terus. Laporan hasil olahraganya juga ada di aplikasi Mi-Fit, saya paling suka melihat jumlah kalori yang dibakar wkwk dan juga zona detak jantungnya.

Saya sedikit ragu sebenarnya sama jumlah kalori yang di bakar.

Agak aneh ya mengapa anaerobik dan aerobik durasinya sama tapi grafiknya beda

3. Notification Alert dan Pengingat Idle
Ini penting banget saat WFH di kosan. Saya sering sekali kalau baca notifikasi pesan langsung di handphone itu malah jadi buka sosial media, terdistraksi gitu. Jadi sekarang tidak perlu banyak melihat handphone untuk mengetahui pesan penting yang masuk, tinggal menunggu smart band bergetar saja. Oh iya saya juga silent HP saya walau di kosan, saya baru sadar kenapa tidak dinyalakan saja suaranya ya lalu masalah selesai, hahahha. Saya baru sadar beneran guys. Tapi memang saya tidak terlalu suka bunyi notifikasi sih, wkwk alasan. Selain itu, saya juga suka fitur pengingat untuk bergerak jika kita diam di posisi yang sama dalam waktu yang lama (saya tidak tahu tepatnya), jadi pengingat saya untuk menari-nari sebentar.

Oh iya, yang termasuk dalam paket pembelian itu hanya band dengan strapnya dan chargernya saja. Charger Mi Band 5 sudah magnetic dan tidak perlu membuka strapnya dulu untuk charging. Strap bawaan berwarna hitam jika ingin warna lain bisa membelinya secara terpisah. Tema dari layar band juga bisa diganti-ganti dan menampilkan data seperti jam (tentunya), jumlah langkah yang telah dilakukan dan heart beat yang dipantau setiap menit.

Saya sih tidak menyesal untuk membeli ini karena saya bisa mengontrol kesehatan saya melalui kualitas tidur dan olahraga. Tapi sebenarnya kalau hanya ingin tracking olahraga banyak aplikasi yang gratis. Saya juga jadi termotivasi untuk olahraga juga karena bisa melihat estimasi kalori yang terbakar, wkwk.


September Mis(t)ery: Operasi Bukan Perjuangan Terakhir

Saya menemukan fakta lain saat bertemu psikiater. Saya baru ingat kalau ada bagian dari diri saya yang sudah hilang. Bagian tersebut sangat berarti untuk saya karena berperan penting untuk:

  • Melakukan kontrol terhadap proses pembakaran kalori yang dilakukan oleh tubuh.
  • Mengontrol kecepatan pengolahan makanan dalam sistem pencernaan.
  • Membantu mengatur irama detak jantung dan tekanan darah.
  • Menaikkan atau menurunkan suhu tubuh.
  • Mengontrol kecepatan tubuh dalam melakukan reproduksi sel.
  • Membantu pertumbuhan pada anak-anak
  • Mengoptimalkan pertumbuhan otak, terutama pada anak-anak.
  • Mengaktifkan sistem saraf untuk meningkatkan daya fokus dan kecepatan refleks tubuh.

Saya sudah tidak memiliki kelenjar tiroid. Ya, saya menjalani operasi thyroidectomy bulan Juli lalu yang membuat saya otomatis menjadi hipotiroid. Saya sebelumnya tidak menyadari akan ada perubahan berarti di tubuh saya. Dokter saya tidak banyak menjelaskan pengaruh kondisi hipotiroid pada tubuh. Saya hanya perlu rutin meminum Levothyroxine sebagai pengganti kelenjar tiroid yang hilang. Tidak ada pantangan apapun. Saya masih bisa beraktivitas seperti sebelumnya.

Awal-awal setelah operasi memang saya tidak merasakan ada yang berbeda dari sebelumnya selain lebih baik karena tidak sering sakit kepala dan demam lagi. Namun pada bulan bulan berikutnya saya merasa sering lemas. Keluhan keluhan yang saya sampaikan di pos sebelumnya. Setelah mengetahui fakta dari psikiater tersebut saya kemudian banyak membaca mengenai hipotiroid, mengikuti komunitas sesama pejuang gangguan tiroid di profil Instagram Pita Tosca, dan menonton video-video edukasi di kanal Youtube Pita Tosca.

Saya membaca dan menonton keluhan-keluhan dari sesama penderita hipotiroid. Ternyata hampir sama dengan saya: lemas di pagi hari, berat badan mudah naik, brain fog dan juga terkena mood swing yang dapat mengakibatkan depresi. Saya perlu aware dengan perubahan suasana hati yang sangat cepat dan berjuang untuk tidak terjebak di dalamnya. Stop berpikir negatif dan alihkan ke hal yang disuka. Kalau susah dilakukan sendiri, langsung melambaikan tangan ke teman – teman, no more diem diem aja dipendam sendiri. Boleh malas, tapi dibatasi. Strategi manajemen stress lengkapnya bisa ditonton di sini:

Saya juga perlu lebih memerhatikan apa yang saya makan. Ternyata ada makanan dan minuman yang mempengaruhi penyerapan hormon tiroid. Lengkapnya ada di halaman berikut: https://www.healthline.com/nutrition/hypothyroidism-diet. Saya tidak bisa meminum kopi sesering dulu. Karena makan sedikit saja berat badan mudah naik, saya perlu olahraga lebih rutin. Berlari dan bersepeda. Sayangnya saya tidak punya kolam renang sendiri jadi tidak bisa berenang di masa pandemi ini. Biar bisa ikut triathlon (gaya bangeeet)

Intinya sih, kesehatan fisik berkaitan juga dengan kesehatan mental. Men sana in corpore sano. Perlu mengenali kondisi diri sendiri. Kalau sekiranya ada kondisi mental bermasalah, segera mencari bantuan. Mungkin saja ada masalah dengan kondisi fisik. Jangan sampai sudah terlalu parah. Psikiater mahal juga FYI. Semangat berjuang!

September Mis(t)ery

Bagi Vina Panduwinata, bulan September adalah bulan yang membahagiakan. Berbanding terbalik dengan saya. Di bulan September ini saya seperti habis bertemu dementor dari kisah Harry Potter. Bagi yang tidak tahu, dementor menghisap segala kenangan kegembiraan dan kebahagiaan seseorang hingga tinggal segala kesedihan dan ketakutan yang tinggal di kepala. Kesedihan dan kekecewaan yang ditumpuk beberapa bulan ini seperti meledak di bulan September ini.

Suasana hati saya cepat sekali berubah Menangis sudah seperti rutinitas. Tidak percaya diri dan tidak bisa berpikir positif, atau berpikir sama sekali. Moodswing. Pelupa. Skip hal-hal penting. Puncaknya, saya cuti beberapa hari padahal tidak kemana-mana. Saya tidak bersosialisasi beberapa hari itu, tidak membuka media sosial ataupun membalas pesan yang masuk. Ibu penjaga kosan sampai bertanya kemana saja saya, padahal ya di kamar itu saja. Mungkin karena saya tidak terlihat ada di dapur lagi atau memang biasanya saya berisik kali ya, jadi aneh kalau tiba-tiba kosan sepi. Saya mencoba menenangkan diri alias banyak tidur. Biasanya segala rasa sedih atau kesal langsung hilang setiap bangun tidur. Ternyata tidak berhasil. Membaca Al-Quran membuat saya tenang, namun tetap menangis. Di saat bekerja pun tiba-tiba menangis. Saya pun memutuskan untuk menemui psikiater.

Sebelum ke psikiater saya sudah konsultasi ke psikolog secara daring. Mungkin karena tidak secara langsung jadi agak sulit menjelaskan masalahnya sehingga saran dari psikolog itu kurang manjur. Memang sih emosi tidak boleh ditahan, tetapi ini seperti tidak habis-habis. Saya tidak semangat melakukan hal-hal yang biasanya saya sukai. Saya berpikir sepertinya ada hal lain yang mengganggu dan saya akhirnya pergi ke psikiater untuk mencari tahu.

Bulan Bahasa dan Sastra

Karena bulan ini adalah bulan Bahasa dan Sastra Indonesia, marilah kita menulis lagi, walau tulisan saya ini belum memiliki keindahan yang bisa digolongkan sebagai sastra, wkwk. Setidaknya pakai bahasa Indonesia kan ya.

Bulan ini saya akan membahas buku bahasa Indonesia yang saya baca, tidak terbatas dari penulis Indonesia karena buku Bahasa Indonesia yang ada di kosan sedikit. Bukannya sok bahasa asing, tapi saya memang beli buku berbahasa Inggris itu agar terbiasa membaca bahasa Inggris saja. Kebanyakan dari itu juga yang saya beli saat di India karena harganya yang lebih murah. Buku bahasa Indonesia yang saya punya di kosan kebanyakan pemberian teman. Apalagi buku puisi, teman dekat saya yang membaca blog ini mungkin tertawa, sejak kapan si Ajul baca puisi apalagi sampai punya bukunya. Mumpung bulan bahasa, saya akan coba baca bukunya wkkwkw.

Target buku bulan ini

Oh iya, saya tidak pandai menceritakan kembali suatu cerita, apalagi mereviewnya, jadi ini bisa menjadi latihan bagi saya juga. Kecepatan membaca saya juga lambat. Jadi satu bulan ini saya rasa cuma bisa maksimal 3 buku. Semenjak kuliah saya tidak terlalu banyak membaca buku, jadi teman kuliah saya pasti heran kalau saya membaca buku. Tapi saat sekolah karena hiburan saya cuma itu, mau tidak mau jadi membaca buku. Buku yang saya baca saat sekolah adalah buku fiksi. Saat SMP kan zaman-zamannya membaca novel Indonesia lama seperti Dian yang tak Kunjung Padam, Salah Asuhan dan Siti Nurbaya. Kemudian membaca teenlit seperti Dealova, Fairish, dkk. Saat SMA berpindah ke Dewi Lestari dan JK Rowling, membaca semua seri Supernova dan Harry Potter. Setelah lulus SMA saya belum membaca buku Dewi Lestari lagi. Anehnya waktu kuliah dan setelahnya lebih suka membaca buku pengembangan diri, tapi Saya malah merasa lebih berkembang saat sekolah wkwkwk.

Rapid Test

Minggu lalu saya tiba-tiba ditelepon oleh HR. Saya ditawarkan untuk mengikuti rapid test. Hanya sebagian karyawan yang ditawarkan, diprioritaskan untuk yang pernah sakit dan menunjukkan gejala-gejala COVID-19. Saya sebenarnya tidak termasuk dalam daftar prioritas sebelumnya, karena saya sakit sudah cukup lama, sekitar 2 bulan lalu, itupun sudah terbukti saya sakit tipes. Namun karena beberapa teman saya yang ada di dalam daftar tidak dapat mengikuti rapid test dan akses saya cukup mudah untuk ke kantor, saya mendapat kesempatan tersebut.

Saya sempat deg-degan sebelumnya. Bagaimana jadinya kalau hasilnya positif. Namun deg-degan saya tersebut tertutupi dengan rasa excited. Excited karena saya ada alasan untuk datang ke kantor karena tesnya di gedung yang sama. Selain itu, saya juga jadi ada kesempatan untuk naik MRT atau busway lagi.

Seperti biasa, sebelum keluar yang agak jauh, saya bersiap-siap terlebih dahulu, membawa persiapan “new normal” kalau kata orang-orang sekarang. Selain dompet, ID Card yang biasa saya bawa ke kantor di era normal, saya membawa peralatan tambahan sarung tangan plastik, tisu kering, tisu basah, masker kain cadangan, dan hand sanitizer. Saat persiapan, saya baru menyadari hand sanitizer saya hilang di perjalanan keluar sebelumnya, sehingga saya perlu mencari botol pengganti untuk isi ulang. Karena tidak ada, saya akhirnya memindahkan isi botol hair serum ke tempat lain untuk digunakan sebagai kontainer hand sanitizer. Kurang lebih seperti ini peralatan tambahannya:

Perlengkapan Keluar (lupa membawa sabun XD)

Saya sudah berencana untuk naik MRT untuk berangkat ke kantor, namun saya terlalu lambat dalam bersiap-siap sehingga waktu sudah terlalu mepet. Sebenarnya mungkin bisa saja, namun saldo flazz saya sedikit sehingga perlu mampir ke ATM dan mungkin akan membutuhkan waktu yang lebih lama. MRT pun setahu saya dibatasi kapasitasnya, sehingga saya takut saya perlu mengantri lebih lama. Saya memutuskan untuk naik taxi online, karena ojol masih tidak diperbolehkan saat itu.

Setelah sampai di gedung, saya melakukan pemeriksaan tas dan suhu terlebih dahulu. Suhu saya normal, namun sebenarnya saya kurang percaya dengan pemeriksaan suhu menggunakan heatgun. Suhu saya pernah terukur normal saat diperiksa di depan rumah sakit menggunakan heat gun, namun ternyata saat diperiksa di dalam menggunakan termometer kepit ternyata 39 derajat. Setelah pemeriksaan suhu dan tas, saya menuju bilik penyemprotan. Tidak disemprot sampai muka sih.Setelah masuk gedung, saya naik lift menuju tempat pemeriksaan rapid test.

Lift yang sudah ditandai tempat berpijak (Gambarnya kurang proper karena takut dikira norak XD)

Sesuai namanya, rapid test berlangsung sangat cepat. Sesampainya saya di lokasi, saya registrasi terlebih dahulu kemudian langsung ke meja selanjutnya untuk ditanyakan mengenai kondisi kesehatan. Saya ditanyakan apakah saya mengalami keluhan. Saya menjawab kalau saya pernah sakit namun sudah lama dan akhir-akhir ini hanya mengalami pilek kalau kedinginan. Setelah itu saya di persilakan untuk ke meja pengambilan darah.

Oh iya, semua petugas memakai alat perlindungan diri lengkap. Di meja pengambilan darah, saya diminta untuk menggulung lengan. Saya kira sebelumnya rapid test menggunakan darah dari jari yang ditusuk (seperti cek kadar hemoglobin). Petugas pengambil darahnya sedikit kocak walaupun ibu-ibu (maksudku biasanya bapak-bapak yang suka bercanda). Saat mencari pembuluh darah, ibu tersebut sedikit kesulitan, saat ditusuk dan disedot tidak keluar-keluar darahnya. Ibu itu bilang, “Pembuluh darahnya kayak film nih”. Melihat saya terlihat berpikir, ibu itu kemudian menambahkan kembali, “Kejar daku kau kutangkap, pas mau ditusuk pembuluh darahnya kabur”.

Mendengar jawaban ibunya, saya yang mudah terhibur ini langsung nyengir, wkwkw, tapi tidak kelihatan karena pakai masker. Saya sebenarnya sudah sering mendengar ini, setiap ada pengambilan darah petugasnya mengeluh sulit mencari pembuluh darah. Mungkin pembuluh darah saya iseng seperti saya, wkwk. Saya ingin mengambil foto sebenarnya, namun saat saya bertanya apakah boleh ternyata tidak boleh. Setelah diambil darah, saya pergi ke meja selanjutnya. Meja ini adalah meja terakhir, petugas hanya memastikan kembali kontak saya karena hasilnya akan dikirim melalui Whatsapp.

Lokasi tempat rapid test dan tempat saya bekerja berbeda lantai. Setelah selesai rapid test, saya menyempatkan diri untuk melihat apa perbedaan dari kantor saat pandemi ini. Ternyata kantor sedikit direnovasi, dindingnya ditempelkan dekorasi, dan mushalla sudah tidak ada sajadah dan mukena bersama.

Setelah menyelesaikan semua urusan, saya kemudian pulang berencana naik MRT. Saya menyempatkan berfoto-foto depan gedung dan mal di sampingnya (seperti turis XD) dan pemandangan sepanjang jalan. Terlihat norak mungkin, tapi langit sangat mendukung sehingga terlihat bagus, wkwk.

Saya berjalan kaki menuju stasiun MRT dan saat sampai sana saya baru ingat kalau MRT Senayan ditutup. Sempat terpikir untuk jalan kaki namun saya perlu segera pulang karena masih perlu melanjutkan WFH.

Sekian pengalaman rapid test yang saya ikuti. Hasilnya diumumkan melalui Whatsapp sekitar 3 jam kemudian. Alhamdulillah saya lulus *eh*, maksudnya negatif negatif untuk IgG dan IgM. Semoga kita semua dihindarkan dari virus Covid-19 ini. Aamiin.