Berita-berita

Kali ini saya akan menceritakan berita-berita terhangat versi saya minggu ini, alias berguna bagi diri saya sendiri, wkwk. Sebenarnya ada tulisan yang selama ini pending, tersimpan di draft, tapi saya belum mood untuk meneruskan ceritanya. Mari kita mulai saja:

Pertama, saya minggu ini sedikit sedih karena mentor saya sekarang di iOS sekaligus saya 1on1 ke beliau, pindah ke platform lain, yaitu Android. Kantor saya memang termasuk cukup fleksibel mengenai perpindahan role, asalkan performance-nya sangat baik di role sebelumnya. Bapak ini yang pernah saya ceritakan di pos terdahulu (saya lupa pos yang mana). Sedikit sedih karena beliau termasuk orang yang tidak segan dan selalu berkata apa adanya, sehingga saya bisa langsung tahu dimana kesalahan atau kekurangan saya. Beliau juga membuatkan grup belajar bersama dengan teman kantor saya yang lain seperti teman belajar bersama. Semoga sukses selalu di team selanjutnya!

Kedua, saya mendapatkan tantangan belajar baru. Minggu ini saya diminta pak Kabag untuk mengerjakan platform TVOS. Tantangan barunya adalah, di TVOS ini berbeda dengan iOS. Di TVOS ini saya perlu mempelajari SwiftUI, framework baru yang diluncurkan bersama iOS13, yang sebenarnya sudah dari setahun lalu. Saat itu, saya merasa perlu fokus mempelajari UIKit sehingga saya tidak mempelajari SwiftUI sama sekali (sekarang pun UIKit masih banyak yang saya tidak tahu). Namun, sekarang mau tidak mau harus belajar keduanya. WWDC2020 memberikan tutorial dan material yang bagus mengenai SwiftUI, bagi yang ingin mempelajarinya juga bisa dibuka di sini: Introduction to SwiftUI.

Ketiga, minggu ini saya mendapatkan jadwal operasi. Saya antara senang dan takut. Senang karena setelah ini Insya Allah saya akan menjadi lebih sehat. Takut karena saya melihat pengalaman orang-orang yang suaranya menjadi berubah setelah operasi. Ada yang suaranya menjadi serak, ada yang menjadi lebih rendah. Saya yang hobinya menyanyi lagu lagu nada tinggi tentu menjadi khawatir, hiks. Tapi mungkin ini yang terbaik, jika memang berubah, saya akan belajar menyanyi lagi dengan suara yang baru (tapi semoga tidak, saya percaya denganmu dokter). Bukankah suara berubah itu adalah efek samping yang perlu disyukuri dalam operasi yang memiliki risk of death?

Mixed Feeling

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S Al Insyirah: 5)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S Al Insyirah: 6)

Kesenangan dan kesedihan datang silih berganti itu benar adanya. Tidak ada kesedihan yang selamanya, begitu juga rasa senang. Di saat kesulitan datang, Insya Allah akan diberikan kemudahan untuk menyelesaikannya. Setelah masalah satu selesai, akan ada lagi masalah berikutnya yang perlu diselesaikan. Dan walau lari dari suatu masalah , masalah tersebut akan datang kembali, sehingga untuk benar-benar pergi harus diselesaikan terlebih dahulu. Ada pertemuan dan ada juga perpisahan. Tidak ada yang abadi.

Badai pasti berlalu. Every cloud has silver lining. Mungkin terdengar hanya seperti kata-kata motivasi, tapi saya benar-benar merasakan itu. Sendirian di kosan terasa berat di awalnya, tapi saya kemudian terbiasa dan saya menjadi lebih mengenal dan yakin pada diri sendiri. Lulus kuliah terlambat membuat saya menyadari sulitnya mencari uang sambil kuliah dan sangat bersyukur karena di masa-masa kesulitan itu banyak yang membantu saya. Dosen dan teman-teman selalu yakin saya bisa lulus, saat diri sendiri pernah merasa tidak yakin. Sampai sekarang juga begitu, saat saya merasa tidak pede dengan kemampuan saya untuk menjadi iOS Engineer, teman-teman bahkan senior sangat percaya dan merasa aneh dengan ketidakpercayaan diri saya tersebut. Sekarang saya menerima akibat dari pikiran negatif itu. Saya jadi merasa bersalah karena saya tidak berusaha paling maksimal karena merasa tidak yakin. Saya tidak menyadari semua priviledge yang saya dapatkan, di saat orang lain berjuang lebih keras untuk mendapatkan itu.

Sebenarnya, saya menulis ini karena saya sedang bingung apa yang sedang saya rasakan saat ini. Saya merasa sudah menerima apa yang saya alami saat ini karena paragraf yang ada di paling atas, namun saya masih ingin teriak sekencang-kencangnya. Seperti ada yang belum saya ikhlaskan. Saya mungkin tahu tapi saya tidak mau mencari tahu lebih dalam. Biarlah. Biarkan waktu yang menyembuhkan.

Kisah Nyamuk

Beberapa orang sering terganggu dengan nyamuk. Malam-malam tidak bisa tidur kalau banyak nyamuk. Segala cara dilakukan untuk mengusir atau membunuhnya. Ada yang menggunakan lotion anti nyamuk, wanginya lavender. Kalau dengar dari iklan, manusia suka wanginya tapi nyamuk tidak suka. Ada juga yang menggunakan obat nyamuk baik yang semprot maupun yang dibakar. Obat nyamuk yang semprot yang bagus banyak yang lebih mahal *ini maksudku iklan XD*. Ada juga obat nyamuk bakar yang ditarik (becak –> tiga roda). Selain itu, mungkin karena semuanya tidak mempan, akhirnya dipakailah senjata terakhir: raket nyamuk. Alat pembasmi nyamuk berbentuk raket. Jika ada nyamuk yang menempel di bagian kawatnya itu, akan langsung tersetrum dan menimbulkan bunyi pletak pletak. Bukan nyamuknya loh yang nyanyi, tapi akibat darah/cairan nyamuk yang berinteraksi dengan listrik *CMIIW*

Saya termasuk tipe yang tidak suka memakai barang-barang anti nyamuk tersebut. Lotion anti nyamuk menurut saya wanginya terlalu tajam dan entah mengapa saya selalu merasa lidah saya pahit kalau memakai lotion tersebut. Saya juga tidak terlalu suka obat nyamuk bakar. Kalau sedang berkumpul keluarga besar di rumah nenek, obat nyamuk bakar selalu siap sedia. Setiap terhirup membuat hidung saya tidak nyaman dan bersin-bersin. Tapi saya tidak komplain sih, untung Bandung dingin jadi saya tutup badan hingga kepala dulu sampai saya tertidur. Obat nyamuk semprot mungkin yang paling mending dan sering digunakan di rumah karena bisa disemprot sebelum tidur dan menunggu sampai baunya hilang. Itu pun adik saya yang selalu mengingatkan (karena kita satu kamar), karena mungkin adik saya yang paling merasa terganggu.

Setelah saya pikir-pikir, saya memang tidak terlalu bermasalah dengan nyamuk sehingga saya tidak terlalu senang menggunakan perlengkapan anti nyamuk tersebut. Ibu saya sampai bertanya mengapa saya bisa tidak terganggu walau ada banyak nyamuk. Saya tidak tahu apa karena saya tidak merasakan gatal atau kulit saya terlalu tebal XD (tapi saya mudah masuk angin XD). Saya tidak suka menggunakan raket nyamuk walau ada di rumah karena menurut saya alatnya sedikit sadis dan bisa jadi karena saya tidak terlalu terganggu dengan nyamuk.

Setelah kejadian tadi siang, saya mulai memiliki kesimpulan mengapa tidak banyak nyamuk mengganggu saya. Hari ini saya perlu cek sesuatu di laboratorium sehingga saya perlu diambil sampel darahnya. Petugas kembali terlihat kebingungan mencari letak pembuluh darah yang bisa disuntik. Biasanya sih diambil di lipatan lengan sebelah kanan, namun masih ada bekas donor darah beberapa hari lalu. Kemudian pindah ke lengan sebelah kiri, setelah diurut-urut pun tidak ditemukan juga. Akhirnya, setelah ditelusuri kembali, ditemukanlah jalur di ujung pergelangan tangan kanan. Nyeri sekali dibanding dibagian lipatan dekat siku. Saya berkesimpulan kalau nyamuk juga mengalami hal yang sama: bingung mencari jalan darah di tubuh saya, wkwkkw.

Maafkan tulisannya tidak jelas, namanya juga tulisan acak XD. Terimakasih sudah membaca sampai akhir, wkwkwk.

Kisah Donor Darah

PMI pusat DKI Jakarta di Kramat Raya

Pertama kali saya mendonorkan darah itu 3 tahun lalu, Juni 2017. Saat itu Emtek group sedang mengadakan kegiatan donor darah di gedung kantor. Saya tidak ada niat untuk donor darah sebelumnya, karena jujur saya takut, hihi. Saya sebenarnya sering melihat kegiatan donor darah massal karena kebetulan gedung kuliah saya sering dijadikan tempat kegiatan donor darah. Saya pernah diajak sebenarnya, tapi belum ada yang bisa meyakinkan saya seperti teman kantor saya sekarang XD.

Jadi, saat itu sedang bulan Ramadan. Teman saya, sebut saja A, mengajak teman-teman Labdies (sebutan untuk karyawan wanita KMKLabs yang dikarang sendiri =D) untuk mengikuti donor darah. Teman saya lainnya, sebut saja B, tertarik dan membujuk saya teman-teman lainnya. Saya sebenarnya penasaran, tapi saya takut apalagi saat bulan puasa gini dan saat itu saya belum ngekos sehingga pulangnya masih perlu berjuang naik kereta, jadi takut lemas atau pingsan di jalan. Teman saya lainnya, sebut saya C juga takut dan penasaran juga. C mengajak saya yang juga penakut ini untuk mencoba. Mencari kekuatan dari sesama penakut mungkin ya, wkwk. Teman saya yang A kemudian membujuk untuk mencoba dulu saja, karena akan melewati serangkaian tes seperti tes tekanan darah dan kadar hemoglobin sehingga belum tentu akan lolos. Saya dan C pun akhirnya memberanikan diri untuk ikut tesnya.

Dari keempat orang tersebut, saya, A, B, dan C yang lolos hingga tes terakhir hanyalah saya. A yang paling pemberani ternyata baru minum obat beberapa hari sebelumnya. B tekanan darahnya tidak sampai. C kadar hemoglobinnya yang kurang. Saya yang paling penakut yang akhirnya lolos. Saya deg-degan dan tegang. Saya sampai tanya ke petugasnya berkali-kali: “Tidak sakit kan Bu?”. Ibunya sih tertawa-tawa saja, dan memberikan saran untuk menarik nafas panjang saja saat jarumnya ditusuk dan tak perlu banyak dipikirkan atau tegang. Saat transfusi berlangsung, tiba-tiba diputar lagu favorit saya saat itu: Asal Kau Bahagia dari Armada. Teman-teman saya langsung bilang, “Wah tahu aja nih panitia, band favoritnya Ajul”. Saya pun berhasil melewati semuanya dan ternyata saya kuat-kuat saja dan bahkan pulangnya saya membawa banyak barang di kereta karena kue lebaran pesanan saya sudah tiba XD

Selama 3 tahun saya belum donor darah lagi karena saya kira donor darah cuma kalau ada kegiatan besar saja, dan kebetulan saat ada kegiatan saya sedang berhalangan. Tahun ini, saya tahu kalau bisa donor di UDD PMI yang ada di Senayan City. Namun ternyata kalau diniatkan, saya malah tidak lolos terus. Bagi yang sudah membaca tulisan saya yang ini: Coba Lagi dan Coba Lagi , mungkin tahu kalau saya sampai 4 kali datang ke PMI dan tidak lolos tes karena kadar hemoglobin kurang dari 12.5. Saya sudah mencobanya sampai 3 tempat berbeda: PMI Senayan City, PMI Bandung, PMI Pusat Jakarta. Saya juga sudah mencoba makan-makanan bergizi selama 4 minggu tersebut dan kadar hemoglobin tertinggi hanya 12,3 dan belum bisa untuk donor darah. Saya kemudian berhenti mencoba selama beberapa bulan.

Prosedur Donor Darah saat Pandemi

Saya akhirnya mencoba lagi hari ini. Saya teringat kembali karena teman saya sedang mencari donor darah untuk anaknya namun stok darah tidak ada. Golongan darah saya tidak cocok sehingga saya tidak bisa membantu. Malam sebelumnya saya mengajak teman kosan saya untuk ikut dan dia ternyata belum pernah donor sehingga dia tertarik untuk ikut (sungguh berbeda dengan saya ya haha). Mempertimbangkan kondisi sekarang yang sedang pandemi sehingga perlu menghindari keramaian saya dan teman saya memutuskan untuk berangkat pagi hari, sekitar pukul 6 pagi. Oh iya, PMI Pusat di Kramat Raya itu buka 24 jam jadi bisa datang kapan saja.

Sesampai di sana, belum terlalu ramai, mungkin sekitar 10 orang yang sedang mengantri dan saya mendapat nomor urut ke 26. Di depan gedung PMI sudah ada garis-garis untuk mengantri dan juga tempat duduk dan tenda seperti hajatan pernikahan. Sepertinya untuk persiapan siang hari kalau penuh. Saya dan teman saya masih bisa menunggu di dalam. Di PMI pusat, tes yang pertama dilakukan adalah tes hemoglobin, mungkin karena biasanya orang-orang gagal di tes Hb kali ya, jadi biar cepat seleksinya. Alhamdulillah kadar Hb saya 13.0 sehingga saya lolos ke tahap berikutnya. Tekanan darah saya pun normal. Akhirnyaaaaa, penantian selama ini terbayar XD. Mungkin karena efek WFH yang akhirnya terpaksa masak masakan sendiri. Atau mungkin juga dari enervon C dan Sangobion yang saya minum akhir-akhir ini XD. Teman kosan saya itu lolos juga Alhamdulillah.

Semua proses Insya Allah aman (prosedur bisa lihat di gambar). Di sana pun saat lolos kita diberikan masker medis untuk dipakai menggantikan masker yang kita pakai sebelumnya. Tempat donor ditempatkan berjarak. Tempat makan setelah selesai donor pun juga begitu, jadi tidak perlu takut mudah terpapar Covid. Di sana pun tersedia free wifi #OOT. Oh iya, satu lagi, lagu Asal Kau Bahagia dari Armada diputar lagi dooong. Fix jadi lagu tema donor darah saya XD

Begitulah kisah donor darah saya, semoga selanjutnya bisa rutin dan memenuhi kriteria terus, wkwkwk

Rapid Test

Minggu lalu saya tiba-tiba ditelepon oleh HR. Saya ditawarkan untuk mengikuti rapid test. Hanya sebagian karyawan yang ditawarkan, diprioritaskan untuk yang pernah sakit dan menunjukkan gejala-gejala COVID-19. Saya sebenarnya tidak termasuk dalam daftar prioritas sebelumnya, karena saya sakit sudah cukup lama, sekitar 2 bulan lalu, itupun sudah terbukti saya sakit tipes. Namun karena beberapa teman saya yang ada di dalam daftar tidak dapat mengikuti rapid test dan akses saya cukup mudah untuk ke kantor, saya mendapat kesempatan tersebut.

Saya sempat deg-degan sebelumnya. Bagaimana jadinya kalau hasilnya positif. Namun deg-degan saya tersebut tertutupi dengan rasa excited. Excited karena saya ada alasan untuk datang ke kantor karena tesnya di gedung yang sama. Selain itu, saya juga jadi ada kesempatan untuk naik MRT atau busway lagi.

Seperti biasa, sebelum keluar yang agak jauh, saya bersiap-siap terlebih dahulu, membawa persiapan “new normal” kalau kata orang-orang sekarang. Selain dompet, ID Card yang biasa saya bawa ke kantor di era normal, saya membawa peralatan tambahan sarung tangan plastik, tisu kering, tisu basah, masker kain cadangan, dan hand sanitizer. Saat persiapan, saya baru menyadari hand sanitizer saya hilang di perjalanan keluar sebelumnya, sehingga saya perlu mencari botol pengganti untuk isi ulang. Karena tidak ada, saya akhirnya memindahkan isi botol hair serum ke tempat lain untuk digunakan sebagai kontainer hand sanitizer. Kurang lebih seperti ini peralatan tambahannya:

Perlengkapan Keluar (lupa membawa sabun XD)

Saya sudah berencana untuk naik MRT untuk berangkat ke kantor, namun saya terlalu lambat dalam bersiap-siap sehingga waktu sudah terlalu mepet. Sebenarnya mungkin bisa saja, namun saldo flazz saya sedikit sehingga perlu mampir ke ATM dan mungkin akan membutuhkan waktu yang lebih lama. MRT pun setahu saya dibatasi kapasitasnya, sehingga saya takut saya perlu mengantri lebih lama. Saya memutuskan untuk naik taxi online, karena ojol masih tidak diperbolehkan saat itu.

Setelah sampai di gedung, saya melakukan pemeriksaan tas dan suhu terlebih dahulu. Suhu saya normal, namun sebenarnya saya kurang percaya dengan pemeriksaan suhu menggunakan heatgun. Suhu saya pernah terukur normal saat diperiksa di depan rumah sakit menggunakan heat gun, namun ternyata saat diperiksa di dalam menggunakan termometer kepit ternyata 39 derajat. Setelah pemeriksaan suhu dan tas, saya menuju bilik penyemprotan. Tidak disemprot sampai muka sih.Setelah masuk gedung, saya naik lift menuju tempat pemeriksaan rapid test.

Lift yang sudah ditandai tempat berpijak (Gambarnya kurang proper karena takut dikira norak XD)

Sesuai namanya, rapid test berlangsung sangat cepat. Sesampainya saya di lokasi, saya registrasi terlebih dahulu kemudian langsung ke meja selanjutnya untuk ditanyakan mengenai kondisi kesehatan. Saya ditanyakan apakah saya mengalami keluhan. Saya menjawab kalau saya pernah sakit namun sudah lama dan akhir-akhir ini hanya mengalami pilek kalau kedinginan. Setelah itu saya di persilakan untuk ke meja pengambilan darah.

Oh iya, semua petugas memakai alat perlindungan diri lengkap. Di meja pengambilan darah, saya diminta untuk menggulung lengan. Saya kira sebelumnya rapid test menggunakan darah dari jari yang ditusuk (seperti cek kadar hemoglobin). Petugas pengambil darahnya sedikit kocak walaupun ibu-ibu (maksudku biasanya bapak-bapak yang suka bercanda). Saat mencari pembuluh darah, ibu tersebut sedikit kesulitan, saat ditusuk dan disedot tidak keluar-keluar darahnya. Ibu itu bilang, “Pembuluh darahnya kayak film nih”. Melihat saya terlihat berpikir, ibu itu kemudian menambahkan kembali, “Kejar daku kau kutangkap, pas mau ditusuk pembuluh darahnya kabur”.

Mendengar jawaban ibunya, saya yang mudah terhibur ini langsung nyengir, wkwkw, tapi tidak kelihatan karena pakai masker. Saya sebenarnya sudah sering mendengar ini, setiap ada pengambilan darah petugasnya mengeluh sulit mencari pembuluh darah. Mungkin pembuluh darah saya iseng seperti saya, wkwk. Saya ingin mengambil foto sebenarnya, namun saat saya bertanya apakah boleh ternyata tidak boleh. Setelah diambil darah, saya pergi ke meja selanjutnya. Meja ini adalah meja terakhir, petugas hanya memastikan kembali kontak saya karena hasilnya akan dikirim melalui Whatsapp.

Lokasi tempat rapid test dan tempat saya bekerja berbeda lantai. Setelah selesai rapid test, saya menyempatkan diri untuk melihat apa perbedaan dari kantor saat pandemi ini. Ternyata kantor sedikit direnovasi, dindingnya ditempelkan dekorasi, dan mushalla sudah tidak ada sajadah dan mukena bersama.

Setelah menyelesaikan semua urusan, saya kemudian pulang berencana naik MRT. Saya menyempatkan berfoto-foto depan gedung dan mal di sampingnya (seperti turis XD) dan pemandangan sepanjang jalan. Terlihat norak mungkin, tapi langit sangat mendukung sehingga terlihat bagus, wkwk.

Saya berjalan kaki menuju stasiun MRT dan saat sampai sana saya baru ingat kalau MRT Senayan ditutup. Sempat terpikir untuk jalan kaki namun saya perlu segera pulang karena masih perlu melanjutkan WFH.

Sekian pengalaman rapid test yang saya ikuti. Hasilnya diumumkan melalui Whatsapp sekitar 3 jam kemudian. Alhamdulillah saya lulus *eh*, maksudnya negatif negatif untuk IgG dan IgM. Semoga kita semua dihindarkan dari virus Covid-19 ini. Aamiin.

Marathon, bukan Sprint.

Sudah sekitar 3 bulan berlalu dari kasus pertama Corona dilaporkan. Dari awalnya 2 orang yang terkonfirmasi positif Korona, hingga kini menjadi 26940 orang. 2 minggu setelah kasus positif dilaporkan, kantor memberikan kebijakan untuk bekerja dari rumah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hampir sebulan kemudian (10 April 2020) yang kemudian diikuti oleh provinsi lainnya (Sumber: Kompas). Saat itu, PSBB direncanakan berlangsung selama 2 minggu, namun karena kasus positif terus bertambah dengan kecepatan yang tidak menurun, PSBB terus diperpanjang hingga tulisan ini dibuat. Pemerintah pusat juga memberikan beberapa kebijakan seperti pembatasan transportasi, larangan adanya transportasi udara untuk mencegah adanya yang mudik yang berlaku pada tanggal 24 April hingga 31 Mei 2020 (Sumber: https://www.kompas.tv/article/78087/kemenhub-buat-skema-pelarangan-angkutan-transportasi-udara-mudik-2020). Namun akhirnya pada tanggal 7 Mei, transportasi umum dilonggarkan kembali oleh Kemenhub dengan menaati protokol kesehatan seperti adanya surat dinas dan surat bebas Covid (Sumber: https://tirto.id/menhub-mulai-7-mei-semua-transportasi-umum-beroperasi-normal-lagi-fllh).

Selama WFH berlangsung, saya berusaha untuk menaati peraturan. Saya sebisa mungkin tidak keluar rumah kecuali untuk membeli bahan makanan atau kebutuhan pokok lainnya. Saya sempat menggunakan transportasi KRL untuk ke dokter gigi karena menurut saya sudah mendesak. Seperti yang sudah saya katakan di tulisan-tulisan sebelumnya, di awal WFH saya sempat ragu apakah saya bisa tahan tidak bertemu dan keluar rumah dalam waktu yang lama. Saya memprediksi bahwa keadaan ini akan berlangsung cukup lama. Saya perlu mengatur emosi, ekspektasi, dan juga penghematan untuk bisa bertahan hingga akhir pandemi. Bertahan untuk selalu sehat lahir dan batin. Saya menganggap ini sebagai maraton, bukan sprint. Perjalanan mungkin masih panjang, saya perlu mengatur tenaga agar tetap bertahan hingga garis Finish.

Salah satu bentuk usaha yaitu untuk tetap terhibur dan tidak stress. Saya mengurangi membuka sosial media, dan menghindari membaca hal-hal negatif. Saya hanya melihat apa yang saya ingin lihat. Akibatnya, saya sedikit kudet alias kurang update. Saya mendapatkan berita kebanyakan dari hasil share teman-teman di grup kantor atau teman dekat. Saya tahu sih saat penerbangan dibuka banyak yang mudik, salah satu yang membuat saya kecewa.

Kabarnya, PSBB periode ini adalah periode terakhir (hingga 4 Juni 2020) dan saya juga mendengar dari teman saya bahwa dia sudah mulai bekerja di kantor pada tanggal 8 Juni. New normal?

Walau begitu, kabarnya kantor saya masih memberlakukan WFH untuk waktu yang cukup lama. Saya dilema untuk pulang ke rumah atau tetap di kosan. Setelah melakukan beberapa pertimbangan, saya memutuskan untuk bertahan di kosan. Untuk mencegah terjadinya lonely attack, saya mencoba lebih aktif untuk menghubungi keluarga dan teman-teman. Selain itu, saya mencoba jalan keluar lebih jauh dengan tetap menaati protokol kesehatan.

Saya akhirnya berjalan lebih jauh dengan mengunjungi kosan teman saya di Cempaka Putih. Teman saya menyarankan untuk menggunakan busway. Namun saya memilih untuk menggunakan gocar saat berangkat untuk mengurangi resiko membawa virus ke kosan teman saya. Di perjalanan, saya mengobrol dengan bapak supir gocar. Di tengah perjalanan, dia menceritakan bahwa kehidupan sudah mulai seperti biasa lagi. Saya tidak percaya pada awalnya. Saat turun mobil, saya terkejut. Saya melihat beberapa odong-odong yang berfungsi seperti delman, yang membawa anak-anak berkeliling. Tidak hanya anak-anak yang bisa diangkut, orang dewasa juga. Kemudian satu odong-odong melewati depan saya yang berisi ibu-ibu yang sedang menyuapi anaknya. Tentu saja tanpa masker. Setelah itu, saya melihat odong-odong yang berisi penuh penumpang. Saya bingung, ini masih PSBB tidak sih, wkwk.

Saya akhirnya menginap di kosan teman saya. Besoknya saya menggunakan busway. Memang sih, kursinya selang seling, tapi yang berdiri tetap penuh TT. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga jarak, Untung saja tujuan saya dekat sehingga saya bisa segera turun.

Sepertinya new normal sudah dimulai lama. Mungkin saya saja yang baru menyadarinya karena kurang update.