Percobaan Badan

Sebenarnya saya mau cerita ini minggu lalu saat sedang banyak dibahas di sosial media. Saat saya mencoba menulis entah mengapa idenya tidak mengalir sama sekali sehingga draftnya tidak mengalami banyak perubahan. Jadi minggu lalu itu sedang heboh membahas mengenai diet seorang artis yang cukup ekstrem, kalau dihitung-hitung bisa hanya mengkonsumsi 300an kalori dalam sehari. Jumlah kalori tersebut tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang bisa mengakibatkan gangguan bagi tubuh kita (penjelasan mudahnya di gambar di bawah ini ya). Nah, di pos ini saya tidak mau membahas mengenai diet sangat rendah kalori itu ya. Saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya saat mencoba menurunkan berat badan dan efeknya ke badan saya.

Saya itu awalnya tidak sadar kalau saya kelebihan berat badan, walau sebenarnya tetangga sudah sering ngomongin kalau badan saya sekarang besar. Orang tua saya juga sering menasihati saya untuk tidak banyak ngemil. Saya dulu memang cuek sekali dengan kondisi fisik karena saya pikir tidak apa-apa selama sehat. Selain itu, saya juga belum paham mengenai BMI (body mass index) sehingga saya pikir memang badan saya saja besar sehingga normal saja untuk memiliki berat seperti itu. Setelah saya mengetahui BMI, saya kaget karena saya termasuk kategori yang overweight. Berat badan saya sempat di kisaran 75 kg yang berarti sudah berbeda belasan kilo semenjak kuliah wkwkkw. Baju-baju pun sudah tidak muat dan saya tidak pernah bisa membeli baju all size di online shop. All size itu adalah pembohongan publik, wakaka. Saya akhirnya memutuskan untuk mencoba mengurangi berat badan agar setidaknya saya bisa masuk dalam kategori BMI yang normal. Masalah ukuran baju sih bonus saja.

Saya memulai percobaan menurunkan berat badan pada Agustus 2019. Saya tidak melakukan diet ekstrem. Saya hanya mulai memasak makanan saya sendiri, tidak memakan banyak cemilan, dan bergerak lebih banyak. Saya beruntung memiliki teman seperjuangan saat itu yaitu teman kosan yang juga ingin hidup lebih sehat. Kami masak bersama sebelum bekerja. Saya bergerak lebih banyak dengan bersepeda setiap pagi sebelum memasak. Terkadang ke pasar untuk membeli bahan masakan, terkadang hanya berputar-putar keliling Setiabudi. Saat itu saya belum berani bersepeda jauh-jauh, paling hanya 12 km. Yang penting sepedaannya yang rutin. Saking seringnya saya bersepeda saat itu, ibu-ibu sekitar kosan sampai bertanya mengapa saya tidak memakai sepeda saya saat saya keluar berjalan kaki. Begitu juga ibu jamu di depan gang. Saat saya membeli jamu pertama kali, saya terharu saat ibunya tahu saya yang sering bersepeda berkeliling. Tentu saja itu jadi penyemangat saya untuk rajin bersepeda hehehe. Selain itu, saya mengusahakan untuk lebih banyak berjalan kaki saat berangkat dan pulang kantor.

Mungkin karena saya sebelumnya overweight, jadi dengan mengurangi sedikit makan dan perbanyak bergerak saja sudah efektif. Pada awal tahun berikutnya, saya sudah berkurang hampir 10 kilogram. Alhamdulillah sudah termasuk BMI yang normal. Sudah di-approve oleh ibu-ibu tetangga dan mba kosan dan meminta saya untuk mempertahankannya wkwkkw. Untuk ukuran baju sih tidak terlalu berkurang dan masih menggunakan ukuran lama. Saya ingin menurunkan berat badan kembali namun ternyata lebih sulit menurunkan badan setelah menjadi normal. Apalagi setelah memasuki masa pandemi di mana awalnya saya tidak bisa ke mana mana sehingga tidak bisa berolahraga dan banyak bergerak.

Saat pandemi saya tidak membatasi apa yang saya makan. Saya merasa hiburan saya ya makan. Teman-teman kosan yang sekantor sudah pergi sehingga saya sendirian di kosan dan tak ada teman main. Saya tetap memasak sendiri dan juga membeli banyak makanan untuk cemilan. Terkadang mencoba membuat cemilan sendiri di akhir minggu.Saya sempat sakit tipes saat awal pandemi sehingga berat badan saya sempat turun lumayan banyak namun setelah sembuh saya banyak makan lagi dan berat badan kembali ke sebelum sakit.

Setelah beberapa bulan pandemi, emosi saya yang terpendam sepertinya meledak sehingga saya sempat malas melakukan apapun. Sampai suatu hari saya mencoba bangkit dengan memperbanyak aktivitas. Saya mulai bersepeda kembali. Untungnya Junita baru membeli sepeda sehingga saya memiliki teman bersepeda. Saya mulai bersepeda dengan jarak yang lebih jauh di akhir minggu, tidak hanya sekitar Setiabudi. Saya jadi berani bersepeda di jalan raya Jakarta. Saat itu saya tidak ada niat untuk menurunkan berat badan. Tujuan saya cuma satu: happy saat pandemi. Bahkan saya tidak menimbang berat badan kembali agar tidak sedih.

Saya akhirnya mulai merambah ke dunia lari. Berawal dari mengikuti virtual run yang diikuti Junita. Saya memang terinspirasi dari Junita yang rutin olahraga. Dia tidak hanya bersepeda, tapi juga rutin lari. Saya juga melihat orang-orang yang rajin berlari itu banyak yang ramping hahaha. Akhirnya saya mencoba berlari sedikit demi sedikit tapi rutin. Saat awal-awal di Bandung malah saya berlari hampir setiap hari karena excited dengan udara paginya. Agar tetap tidak lemas saat berolahraga, saya tidak mengurangi porsi makan saya. Saya mencoba berolahraga setiap hari terlebih dahulu dan melihat hasilnya setelah beberapa bulan.

Ternyata berat badan saya tidak berkurang drastis, hanya sekitar 2-3 kilogram dari berat yang turun 10 kg sebelumnya itu. Uniknya, ukuran baju saya malah berkurang dua size padahal saya tidak mengurangi makan saya (saya bahkan banyak jajan karena jajanan Bandung enak-enak). Alhamdulillah saya sudah bisa membeli baju di online shop lagi wkwk (malah jadi meningkatkan kesempetan untuk boros XD). Ternyata setelah mencoba mengukur komposisi berat tubuh di pusat kebugaran terdekat, massa otot saya sudah lebih besar dibanding massa lemak yang membuat ukuran tubuh mengecil. Walau ukuran tubuh mengecil, umur metabolisme saya ternyata masih tua haha. Saya perlu mengurangi jajanan tidak sehat dan lebih banyak makan buah dan sayur. Tidak lupa cukup meminum air. Mari kita lihat selama beberapa bulan ke depan, apakah dengan makan yang lebih sehat dan tetap berolahraga umur metabolisme saya akan menjadi lebih muda dengan umur saya sekarang? Semoga saja iya, aamiin.

Inap

Salah satu yang membuat berbeda antara masa sekolah dan masa kuliah dan setelahnya itu adalah kebebasan. Kebebasan untuk melakukan yang bisa dilakukan jika tidak tinggal di rumah orang tua. Bukan berarti mau melakukan hal yang negatif loh haha. Walau kebebasan itu jadi mengorbankan kebersamaan bersama keluarga, sesuatu yang sangat asing bagi saya yang terbiasa berkumpul. Kebebasan yang membuat saya melakukan hal yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya, yaitu menginap di rumah teman.

Continue reading Inap