Ramadhan 1443 H

Marhaban ya Ramadhan! Selamat Datang Bulan Ramadhan!

Ramadhan tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, walau masih di masa pandemi seperti dua tahun kemarin. Ramadhan tahun ini adalah ramadhan pertama tanpa Mama dan juga Ramadhan pertama bersama suami. Perasaan sedih dan bahagia campur aduk.

Selama dua tahun pandemi ini sebenarnya saya sudah jarang berpuasa bersama Mama karena saya lebih banyak menghabiskan waktu di kosan. Hal yang selalu saya sesali. Walaupun tidak bertemu, saya dan Mama selalu berkomunikasi melalui berbagai platform: WhatsApp, Telegram atau Instagram. Mama memang canggih, jika anaknya ini tidak membalas pesan di WA, pasti Mama langsung mencoba mengirim pesan di Instagram atau Telegram. Mama bahkan punya banyak stiker yang lucu-lucu hihi. Seperti ibu pada umumnya, pada bulan Ramadhan biasanya Mama membagikan doa, tips memasak, atau hal-hal lucu-lucu yang menghibur, biasanya sih lawakan Sunda hehe. Doa yang dikirim tentu saja banyak mengenai jodoh karena saat itu saya belum menikah dan belum memperkenalkan suami saya yang sekarang karena masih baru berkenalan. Andai Mama tahu doa-doa beliau menjadi kenyataan.

Selain itu, Mama selalu menanyakan apa saya sudah bangun sahur kalau last seen WA saya masih malam sebelumnya. Mama juga rutin menanyakan bagaimana keadaan saya, apakah saya sehat dan memastikan saya meminum obat rutin. Setiap video call, Mama selalu menghibur saya dengan keceriaannya dan lawakannya. Mama juga selalu menjadi tempat saya bertanya ketika saya bimbang, sesederhana menentukan makanan yang mau dimakan hari itu. Ya Allah, semoga Mama diampuni seluruh dosa-dosanya dan diterima seluruh amalnya, aamiin ya robbal ‘aalamiin.

Alhamdulillah Ramadhan ini saya sudah tidak sendiri. Saya sudah menjadi istri orang (ngikutin kata-kata di pos pak suami XD). Sekarang kalau bingung mau makan apa bisa tanya pak suami walau kadang jawabannya terserah wkwkwk. Alhamdulillah sekarang pak suami bisa menggantikan Mama untuk membangunkan saya sahur *loh kok kebalik wkwk*. Tantangannya adalah bagaimana agar bisa memasak variatif tapi singkat, padat dan jelas untuk berbuka dan sahur. Tentu saja dengan mengurangi gorengan karena selain kurang sehat, minyak goreng sedang mahal hehehe.

Semoga kita semua diberikan kemudahan dan kelancaran untuk beribadah di bulan mulia ini ya, aamiin ya robbal ‘aalamiin. Semangaaat!!

Cahaya

Tahun lalu, 2021, adalah tahun yang roller coaster bagi saya. Saya sempat merasa down dengan begitu cepat namun Alhamdulillah juga bisa merasakan up . Tahun 2021 diawali dengan semangat hidup yang tinggi. Saya sudah mulai recover dari rasa sedih di tahun sebelumnya. Olahraga yang saya tekuni tiap hari tidak hanya membuat raga menjadi sehat, tapi jiwa pun menjadi kuat. Men sana in corpore sano. Tubuh saya sedang berada di posisi paling optimal, dengan BMI yang sudah normal. Saya juga merasa sangat optimis di tahun tersebut, apalagi dengan kurva pandemi yang mulai melandai. Saya berpikir saya bisa berkehidupan normal kembali. Bisa bebas bertemu dengan teman, dan juga bisa bebas berkumpul dengan keluarga.

Hingga tengah tahun, perasaan terus menanjak naik. Saya memiliki banyak teman baru di kosan, bertemu dengan teman-teman lama bahkan dengan teman yang dari pulau seberang, bisa mengunjungi kampus yang sedang tertutup untuk umum, bahkan Mama pun datang ke Bandung. Saya senang sekali bisa berjalan-jalan dengan Mama dan adik saya saat itu, mengunjungi tempat tempat nostalgia Mama dan tentu saja kulineran. Tidak hanya itu, saya juga dipertemukan dengan seseorang yang kelak menjadi cahaya yang menerangi hidup saya.

Continue reading Cahaya

Kopi

Saya masih ingat Ibu saya melarang saya minum kopi saat masih bersekolah. Ibu saya bilang kalau kopi itu membuat bodoh. Tidak hanya ibu saya saja yang bilang begitu, saya juga pernah mendengarnya dari orang lain. Saya sebenarnya tidak terlalu percaya, namun saya sangat tidak mau menjadi bodoh wkwkk, jadi saya jaga-jaga dengan tidak meminum kopi. Terlebih lagi saat itu saya tidak pernah mencoba kopi yang manis, selalu kopi yang pahit yang disukai oleh bapak dan ibu saya saat itu sehingga saya memang tidak suka meminum kopi. Oh iya, jadi ingat, Ibu saya sangat suka kopi saat saya masih bersekolah. Bukan diminum, tapi dimakan masih dalam bentuk bubuk. Bahkan ibu saya lebih suka makan saat masih dalam bentuk biji utuhnya sebelum digiling. Lebih garing katanya. Namun setelah saya berkuliah, ibu saya mengurangi makan/minum kopi karena sudah tidak muda lagi katanya, jadi lebih mudah deg-degan.

Saya sendiri akhirnya menyukai kopi saat saya berkuliah. Sebagai mahasiswa di jurusan IT yang memiliki banyak tugas, saya pikir saya membutuhkan kopi agar bisa bergadang untuk menyelesaikannya. Saat kuliah, saya suka minum kopi instan dalam bentuk sachet. Rasanya manis dan tentu saja lebih murah. Saya suka menyetok beberapa sachet kopi untuk diminum ketika akan mengerjakan tugas walau sebenarnya efek kopi bagi saya mengalami sedikit delay. Saya tidak langsung merasa segar atau tidak mengantuk setelah meminum kopi. Yang terjadi malah kebalikannya, saya akan sangat mengantuk dan kemudian saya malah tertidur sebentar terlebih dahulu. Efek kopi baru terasa setelah tidur sebentar itu, mata saya segar dan kemudian tidak bisa tidur lagi hingga pagi harinya.

Saya sempat berhenti minum kopi. Saat itu, sekitar kuliah tingkat keempat, saya meminum kopi instan dalam bentuk botol. Setelah meminum kopi tersebut, saya merasa sangat deg-degan dan juga merasa hyperventilate. Saya kapok dan tidak meminum kopi lagi sampai sekitar 2 tahun kemudian. Saya mencoba meminum kopi lagi karena saat itu (sampai sekarang sih) coffee shop sedang menjamur. Saya pikir mungkin akan berbeda jika saya meminum kopi yang bukan kopi instan. Setelah saya mencoba kopi di salah satu coffee shop, ternyata aman dan tidak membuat deg-degan. Bahkan terasa nyaman di lambung *iklan*. Semenjak saat itu, saya jadi sering meminum kopi lagi dan bahkan sudah bisa meminum kopi instan. Walaupun sudah terbiasa meminum kopi lagi, efek tidak mengantuknya masih sama seperti dulu, baru terasa setelah tidur, wkwkkw.

Rumah Nenek

Sebenarnya saya lupa apa saya sudah pernah cerita tentang rumah nenek di blog ini ya, tapi dipikir-pikir tidak apa apa lebih dari satu kali, hehe. Sedang malas untuk menggali lagi isi blog sendiri wkwk, yang pasti saat saya cari di pencarian dalam blog dan Google sih tidak ada.

Salah satu tempat favorite saya itu adalah rumah nenek. Nenek dari sisi ibu saya yang sebenarnya dipanggilnya sih harusnya Eni (dari bahasa Sunda nenek yaitu Nini), namun saya lebih sering memanggilnya nenek karena ibu dan bapak saya sering mengacunya begitu. Rumah nenek adalah rumah yang dipenuhi banyak kenangan. Selain merupakan tempat keluarga besar Ibu berkumpul setiap lebaran, saya juga pernah tinggal di rumah nenek saat saya masih kuliah. Setiap sudut rumah nenek memiliki arti tersendiri bagi saya *lebay* wkkw.

Rumah nenek saya itu ada di daerah Sukamiskin, Bandung. Dari kampus saya dulu, ada satu angkot yang melewati rumah nenek sehingga saya tidak perlu berganti angkot. Angkot berwarna pink cerah yang juga bisa mengantarkan kita ke pasar Gedebage. Supirnya banyak yang ramah, jarang saya menemukan yang menyebalkan atau mematok harga ketinggian. Ada juga yang suka bercanda. Pernah saya ditanya turun di mana, dan saat saya menjawab daerah rumah nenek saya tersebut, saya ditertawakan: “Miskin kok suka” wkwk.

Hal yang paling saya suka dari rumah nenek itu adalah udara dan suasananya yang khas. Dahulu saat saya tinggal di Jakarta atau Bojonggede, udara rumah nenek tentu yang paling adem. Saya senang mandi dengan air yang super dingin, mengingatkan saya yang sering dipaksa mandi subuh-subuh saat lebaran agar tidak berebutan kamar mandi dengan sepupu-sepupu, jadi bisa mandi sebelum shalat Ied dimulai. Dulu kamar mandi masih semi terbuka, jadi saat mandi plus angin berhembus rasanya super cooool.

Bagian yang paling saya suka di rumah nenek itu adalah terasnya. Bagian halaman depan rumah nenek ada sebagian yang diberi ubin dan juga dinding hingga selutut yang bisa dipakai untuk duduk-duduk. Saya dan sepupu-sepupu sering berlarian di atas tempat duduk yang sebenarnya untuk membatasi bagian rumah dengan halaman yang tidak berubin yang biasa dipakai untuk main sepeda atau bulu tangkis, apa ya namanya wkwk. Saya kadang tiduran di dinding tersebut menghadap ke atap rumah sambil menikmati angin semilir. Rasanya adem sekali dan masalah sejenak terlupakan. Oh iya ada banyak tanaman dan kebun juga di rumah nenek. Kebunnya ditanami pohon pisang kalau sekarang. Dulu sih seingat saya ada petai, jambu air, dan rambutan. Ada juga pohon stroberi. Dulu, Aki (kakek saya) suka bercocok tanam. Sekarang dilanjutkan oleh paman saya.

Tidak menyangka sekarang saya tinggal cukup dekat dengan rumah nenek, menjadi salah satu penduduk Bandung Timur. Sekarang seharusnya bisa lebih mudah mengunjungi nenek. Oh iya, di rumah nenek lebih banyak foto mama dibanding di rumah saya sendiri di Bojonggede karena memang di rumah tidak pernah memajang foto, hehehe.

2022

Halo pembaca yang budiman dan budiwoman wkwk

Semoga di tahun 2022 semuanya menjadi lebih baik ya, semua urusan dilancarkan, dan diberikan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Semoga pandemi ini segera berakhir, aamiin ya robbal ‘aalamiin.

Tahun ini saya belum menulis resolusi secara rinci, tidak seperti tahun sebelumnya yang saya tulis dengan rapi di buku agenda saya. Bahkan saya belum (atau tidak?) membeli agenda tahun 2022 ini karena buku agenda 2021 saya masih belum habis ditulis. Salah satu keinginan saya tahun ini, saya ingin bisa mengendarai motor atau mobil karena rumah saya sekarang cukup jauh dari kendaraan umum. Harusnya sih jadi lebih sehat karena jadi banyak berjalan, walau kenyataannya sekarang malah jadi lebih senang di rumah karena mager wkwkwk.

Harapan saya tahun ini tentu saja saya menjadi lebih rajin. Rajin menulis blog ini, membaca buku lebih banyak, dan rajin berolahraga (seperti harapan di pos sebelumnya 4 bulan lalu wkwk). Semoga saya juga bisa lebih rajin eksperimen dalam memasak agar bisa lebih bisa memasak berbagai variasi makanan karena kasihan juga suami saya makan masakan yang itu-itu saja, tidak jauh dari tumis-tumis dan goreng-goreng yang merupakan spesialisasi saya sejak dulu kala, hihi.

Segitu dulu saja ya, kalau ditulis semua sekarang nanti tidak ada bahan tulisan lagi untuk pos berikutnya, wkwkwk.

Mari kita akhiri pos ini dengan pantun

2021 2022
Satu tambah satu sama dengan dua

-Aisyah-

September Ceria

Jika ada yang melihat judul lalu langsung terngiang lagunya, berarti kemungkinan sudah berumur, wkwk. Lagu September Ceria dari Vina Panduwinata ini termasuk lagu yang cukup sering saya dengar ketika masih kecil, sekitar usia sekolah dasar. Walau lagu ini rilis pada tahun 1982, bukan berarti saya mendengarnya di tahun tersebut loh ya hihi. Saya pertama kali mendengarnya di sebuah stasiun TV Indonesia yang memutar secuplik dari lagu tersebut setiap pergantian acara pada bulan September. Cuplikan yang selalu diputar tersebut adalah pada bagian akhir: “September ceria milik kita bersama” Selain karena cuplikannya mengandung bulan September yang merupakan bulan saat itu, kata-kata selanjutnya pada cuplikan merupakan slogan dari stasiun TV tersebut. Yang penasaran dengan lagunya, bisa didengar di sini:

Oh iya, ini pos pertama saya setelah dua bulan lebih tidak menulis. Cukup banyak hal yang terjadi setelah pos terakhir. Ada kisah sedih, kisah bahagia, kisah seru yang sebenarnya bisa saya ceritakan, namun saya tidak terlalu semangat untuk menulis. Semenjak ibu saya meninggal tepat seminggu setelah pos terakhir saya tersebut, saya membutuhkan waktu untuk menjadi ‘normal’ kembali. Belum lagi sebulan setelahnya qadarullah saya terkena virus C19 pada masa-masa kasus yang sangat tinggi di tempat yang baru pertama kali saya datangi. Setelah sakit itu, saya belum merutinkan kebiasaan olahraga kembali. Efek Long Covid is real untuk saya. Insya Allah akan saya ceritakan di pos terpisah ya.

Harapannya pada bulan ini sih seperti lagu tersebut ya hihi, bisa menyambut hari-hari dengan ceria. Semoga saya bisa memulai kembali kebiasaan-kebiasaan baik yang dulu pernah dimulai seperti menulis, berolahraga, dan juga membaca buku. Semoga bisa menjadi lebih optimis dalam menjalani kehidupan sehingga bisa menjadi lebih baik dari hari ke hari. Semangaaaattt!!! 🤓

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا ‏.‏ وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Artinya: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: “Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.” Akan tetapi hendaklah kau katakan: “Ini sudah jadi takdir Allah (Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala). Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.” Karena perkataan seandainya dapat membuka pintu syaitan.” (HR Muslim).

Pergi ke IKEA Kota Baru Parahyangan

IKEA Kota Baru Parahyangan

Walaupun saya belum punya rumah sendiri, pergi ke IKEA tetap menjadi hiburan tersendiri. Waktu masih tinggal di Jakarta, pergi ke IKEA cukup menyulitkan untuk saya karena dua cabang terdekat dari sana, IKEA Alam Sutera dan IKEA Sentul kurang accessible bagi pengguna kendaraan umum. Saya pernah ke sana satu atau dua kali saat ada teman berkendaraan yang mengajak. Jalan-jalan ke IKEA walaupun tidak membeli apapun tetap seru karena banyak yang bisa dilihat, dari barang-barang pengisi kosan atau galeri contoh berbagai macam ruangan. Bisa sebagai inspirasi layout kamar kosan atau rumah sendiri nanti atau sekadar melihat-lihat perabot-perabot cantik. Selain itu, di sana ada restaurant yang menyediakan makanan Swedia dan makanan lainnya dan juga bistro yang menjual es krim yang katanya wajib dibeli kalau ke sana.

Saat IKEA Kota Baru Parahyangan dibuka, saya sedikit pesimis bisa datang ke sana karena letaknya yang jauh dari pusat kota Bandung dan saya tidak punya kendaraan bermotor. Sempat terpikirkan untuk naik sepeda ke sana, tapi setelah dipikir-pikir lagi takut sudah capek di jalan, belum lagi nanti harus keliling-keliling di dalam IKEA wkwkw. Saya akhirnya bisa ke sana pertama kali saat diajak teman-teman untuk ngabuburit di sana sekalian teman saya ingin melancarkan skill membawa mobil. Saya datang pada awal Mei, saat itu untuk mengunjungi IKEA perlu booking di websitenya terlebih dahulu. Beda dengan sekarang yang bisa datang langsung ke sana walau masih dibatasi. Kita bisa mengunjungi IKEA selama 3 jam dalam satu sesi yang dimulai pukul 9 pagi. Saat itu saya dan teman-teman saya memilih sesi terakhir agar bisa buka puasa di sana. Oh iya, waktu itu saya dan teman-teman saya berangkat dari ITB sekitar pukul setengah 3 sore dan sampai di IKEA sekitar pukul setengah 5 karena tidak melewati tol, yaitu melewati Cimahi-Padalarang. Teman saya yang di mobil lain hanya menghabiskan waktu 30 menit dari daerah Setiabudi ke Kota Baru Parahyangan dengan melewati tol.

Selfie tanda sudah mampir wkwkwk, di belakang saya ada parkir sepeda.

Saat berjalan di daerah Pasteur, saya baru menyadari ada bis DAMRI menuju Kota Baru Parahyangan. Setelah saya selidiki lebih lanjut, ternyata terminal awalnya adalah terminal Alun-alun dan bisa naik di mana saja asal masih di jalur perjalanannya (tidak harus di halte). Kalau masalah jadwal bis, kata bapak Damri sih setiap 15 menit sekali dengan waktu operasional dari jam 5 pagi hingga jam 7 malam. Untuk melihat jadwalnya secara daring bisa dilihat di sini Tarif untuk naik bis ini adalah Rp10.000 jauh dekat, jadi mau sedekat apapun tetap 10ribu. Ada dua macam bis untuk trayek ini, ada yang untuk sepeda, jadi ada tempat sepedanya sehingga kursi penumpang lebih sedikit, ada juga yang khusus penumpang dengan kursi yang lebih banyak.

Saya akhirnya mencoba bis itu bersama teman saya yang ingin mencari kado. Perjalanan ke sana dari Alun-alun melalui tol memakan waktu kurang lebih 30 menit. Kita dapat turun tepat di samping IKEA, di Jalan Gelap Nyawang (bukan yang di depan Salman XD). Jika ragu, bisa nitip pesan ke bapak supir, biasanya sih banyak yang turun juga di situ. Dari tempat pemberhentian itu ke pintu masuk IKEA memakan waktu sekitar 3 menit. Oh iya di depan pintu gerbang akan diberikan kertas untuk menulis data seperti jumlah pengunjung dan untuk pencatatan suhu saat di dalam gedung nanti. Setelah mencuci tangan di dekat pintu masuk, kami diukur suhu menggunakan standing thermo gun dan bila suhu normal akan diberikan stiker bertuliskan Hej! dan nomor sesi kita untuk menandakan mana yang perlu diusir saat sesi berakhir nanti wkwkwkwk.

Saya dan teman saya makan terlebih dahulu di restaurant yang berada di atas pintu masuk. Oh iya, kita diizinkan untuk berkeliling selama 3 jam. Kurang lebih setiap 15 menit di jam terakhir kita akan diingatkan kalau sesi telah berakhir. Mungkin karena saya dan teman saya menghabiskan waktu cukup lama untuk melihat satu tempat, 3 jam sangat cepat berlalu. Kami akhirnya keluar tepat di menit menit terakhir. Setelah keluar dari kasir, bistro tempat penjualan es krim langsung terlihat. Oh iya di kasirnya kita hanya membeli koin saja, nanti kita akan menggunakan koin tersebut di mesin es krim tepat di samping pintu keluar. Tidak ada kursi di dekat bistro itu, jadi perlu berjalan cepat ke area parkir di bawah untuk mendapatkan tempat duduk di depan mushalla.

Pulangnya, kami menggunakan bis lagi. Tidak seperti berangkat, kami tidak menunggu bis di halte karena tidak ada halte. Kami duduk di samping IKEA, di Jalan Gelap Nyawang sambil duduk duduk karena lama sekali bisnya tidak datang-datang. Setelah satu jam berlalu, Alhamdulillah akhirnya kami menemukan bis dan dapat duduk dengan tenang.

Sate Maranggi dan Sop H. Maya

Tumben kan saya pos review makanan, hehe. Dipikir-pikir selain bermanfaat juga untuk mengasah kemampuan menulis review produk, semoga bermanfaat juga untuk yang lain dalam menentukan pemilihan makanan, wkwkwk. Sudah beberapa minggu kemarin saya penasaran untuk mencoba salah satu tempat makan baru yang ada di Jalan Djunjunan kurang lebih 1,7 km dari Gerbang Tol Pasteur, yaitu Sate Maranggi dan Sop H. Maya. Lokasinya itu sebelumnya adalah Pasteur Hyper Point yang telah dibongkar menjadi pool travel dan taxi. Jalan di depannya biasanya sangat becek dan berlumpur, apalagi kalau hujan (setiap saya lari melewatinya pasti berhenti sejenak karena takut licin) hingga akhirnya rumah makannya diresmikan dan jalan depannya sudah tidak berlumpur lagi. Terimakasih Sate Maranggi *lho*

Sebenarnya saya tidak terlalu penasaran hingga melihat IG story teman saya yang bilang kalau sate Maranggi H Maya ini enak sekali dan rasanya sama dengan Sate Maranggi H Yetty yang ada di Purwakarta. Saya belum pernah mencoba sate Maranggi H Yetty yang di Purwakarta sebenarnya jadi tidak tahu seenak apa, tetapi teman-teman kantor saya sangat suka dan selalu mampir ke sana kalau ke Bandung. Bahkan ada beberapa yang memang sengaja ke Purwakarta hanya untuk membeli Sate Maranggi H Yetty ini. Mumpung sekarang jaraknya hanya 1 km-an dari rumah, langsung saja saya ke sana untuk membuktikan kelezatannya haha.

Review salah satu foodblogger di Instagram

Sebelum ke sana, saya mencoba mengecek jam bukanya terlebih dahulu. Karena tidak terlihat di akun Instagram resminya, saya mencoba menghubungi kontak WA yang tercantum di bio profil Instagramnya tersebut. Saat mau menghubungi, ternyata tertulis di status WAnya, yaitu buka jam 09.00-21.00. Untuk hari operasional tidak disebutkan di sana, sepertinya sih setiap hari sih kalau begitu. Kebetulan saya ke sana hari Minggu dan buka di hari itu. Saat saya datang sekitar jam 10 pagi, ternyata sudah lumayan banyak pengunjungnya, namun tidak penuh. Oh iya, areanya cukup luas, ada parkiran, mushalla, toilet, dan tentu tempat makannya, hehe. Jumlah kursinya tidak saya hitung, tapi mungkin bisa terlihat dari foto di bawah ini:

Saat memasuki area makan, kita akan diminta untuk cuci tangan terlebih dahulu dan kemudian dilakukan pengecekan suhu. Saat masuk saya ditanya jumlah orang yang akan datang, karena saya hanya sendiri jadi bisa bebas memilih duduk di mana saja. Setelah duduk, salah satu teteh-teteh menghampiri saya dan kemudian saya diberikan menu yang seperti struk, kurang lebih seperti ini:

Menu

Teteh itu menunggu pesanan saya, mungkin karena belum ramai. Saya memesan beberapa menu untuk makan di tempat dan untuk takeaway. Semuanya pesan di awal agar setelah makan tidak perlu menunggu pesanan takeaway lebih lama lagi. Saya memesan es kelapa jeruk, sate maranggi sapi dan ayam, dan juga nasi tutug oncom. Walaupun harga sate ditulis per tusuk, tapi kita tidak bisa membeli sate satu tusuk saja, minimalnya adalah 5 tusuk. Oh iya, saya dapat teh tawar hangat gratis juga, jadi sebenarnya tidak perlu memesan minuman. Mungkin karena saat itu sedang tidak terlalu ramai, saya hanya menunggu beberapa belas menit hingga semua pesanan saya datang.

Saya suka sekali nasi tutug oncom di sini. Selain oncom, ada juga suwiran ikan tongkol di atasnya. Tidak pedas menurut saya. Nasinya pun tidak keras. Suwiran tongkolnya banyak jadi tidak habis duluan sebelum nasi, hehe. Untuk porsinya sendiri menurut saya sih cukup untuk saya, tapi porsi nasi saya biasanya memang tidak terlalu banyak. Bagi yang suka makan banyak nasi mungkin bisa pesan lebih. Kalau nasi putih saya sempat ditawarkan menggunakan bakulnya langsung, jadi mungkin porsinya lebih banyak dibanding nasi tutug oncom ini. Sate marangginya, baik yang sapi maupun ayam keduanya sama-sama lembut. Saya yang memakai kawat gigi ini dapat mengunyahnya dengan mudah. Masalah rasa, menurut saya ini sate maranggi paling enak yang pernah saya coba, bumbunya sangat meresap ke dalam. Sambal tomatnya enak tapi saya tidak kuat pedas jadi tidak saya habiskan. Baru makan satu lembar tomat saya sudah tidak kuat wkwkwk. Jadi buat yang tidak bisa pedas bisa mencocol sari-sarinya saja, menurut saya sudah cukup enak.

Teh tawar hangatnya rasanya tawar dan hangat #yaiyalah. Tidak terlalu wangi dan tidak ada ampasnya. Es kelapa jeruknya meredam rasa pedas saya. Helaian kelapanya sangat lembut dan tidak ada bagian kerasnya. Mungkin karena menggunakan kelapa yang masih benar-benar muda. Rasa jeruknya sedikit masam, tapi itu yang menambah kesegaran.

Tidak lama sebelum saya selesai makan, pesanan takeaway saya sudah datang. Saya memesan sop iga dan sate untuk nenek saya. Saat diantarkan wangi sop iganya sangat harus dan membuat saya lapar lagi XD. Kalau kata nenek saya sih enak dan mudah dikunyah. Nenek saya lebih suka sate ayamnya. Sebenarnya kalau di Instagramnya ada menu mie kocok dan es campur, tetapi pas saya lihat menu dan tanyakan ke teteh penjaganya ternyata tidak ada. Mungkin ada di cabang lain di Cimahi atau Purwakarta. Oh iya saat naik gojek menuju rumah nenek, bapak gojeknya memberikan saran untuk mencoba Sate Hadori yang katanya terkenal enak. Hmmm..

Payung

Saya dan payung itu bagai dua tokoh protagonis di film bergenre komedi romantis. Saya malas sekali sebenarnya membawa payung karena bawaan tas saya yang biasanya sudah berat namun saya sangat membutuhkannya dan bahkan bahagia saat memakainya. Saya selalu membawa payung ke mana pun walau menambah beban di tas karena sudah menjadi kebiasaan. Jika kamu pernah tinggal di Bogor dan sekitarnya mungkin akan mengerti. Julukan kota hujan untuk Bogor tentu saja bukan cuma hanya sebutan. Kamu harus selalu seperti negara Skandinavia. Swedia payung sebelum hujan *jokes lama*

Sebelum berangkat sekolah, ibu atau ayah saya selalu memastikan anak-anaknya membawa payung. Seingat saya dulu saat masih sekolah di Bogor, hujan selalu turun di sore hari walau bukan musim hujan. Kalau musim hujan, hujan sudah mulai dari pagi saat waktunya berangkat sekolah. Karena saya berangkat sekolah dengan berjalan kaki, hujan turun di pagi hari menjadi tantangan tersendiri. Tas saya yang sudah berat harus ditambah dengan sepatu karena perlu menggunakan sandal agar kaos kaki dan sepatu tidak menjadi basah di pagi hari. Beruntung jika waktu berangkat saya bersama tetangga yang memiliki mobil untuk mengantarkan anaknya ke sekolah/stasiun agar tidak kebasahan, jadi saya bisa nebeng.

Kembali ke payung, saya termasuk anak berbakti karena jarang menghilangkan payung atau merusaknya. Di saat adik-adik saya sering berganti payung, saya biasanya masih memakai payung yang sama hingga payung itu rusak. Rusaknya biasanya karena saya lupa mengeluarkan payung dari dalam tas setelah dipakai, sehingga besi jari-jarinya karatan dan lama-lama patah. Apalagi kalau payungnya yang murah, semakin mudah untuk karatan. Tanda awalnya biasanya gagang payungnya susah untuk ditarik dan kanopinya juga susah untuk dikembangkan. Lama-lama gagangnya tidak bisa ditarik dan jari-jarinya patah. Patah satu atau dua jari-jari masih belum bisa redeem payung baru karena masih bisa dipakai. Gagang kebuka setengah pun masih bisa dipakai tapi jadi kayak sarimin aja paling.

Oh iya, karena tas saya biasanya melebar ke depan karena membawa barang terlalu banyak, saya jadi memiliki kesulitan untuk memakai payung saat hujan tanpa tas saya basah. Tas saya dulu belum anti air seperti tas saya sekarang *kok sombong*, jadi buku-buku di dalamnya basah kalau saya tidak membungkusnya dengan plastik terlebih dahulu. Nah kalau basah jadi ada kerjaan baru, menyetrika buku dan juga menyetrika uang, wkwk. Solusinya sebenarnya tinggal taruh tasnya di depan kan ya, tapi saya tidak terlalu suka karena badan jadi limbung ke depan dan menghalangi penglihatan ke bawah untuk melihat jalan. Jadi ingat, dulu saya jalannya lebih sering menunduk, mungkin karena dulu saya pemalu dan tidak enak kalau tidak menyapa, kalau nunduk kan dikiranya ngga lihat kan hehe. Eh teman saya malah mengira saya berharap menemukan duit di jalan jadi selalu menunduk.

Setelah kuliah, saya masih membawa payung namun frekuensi pemakaiannya menurun drastis. Selain intensitas hujan di Bandung tidak sesering Bogor, saya lebih memilih menunggu hujan reda terlebih dahulu baru pulang. Walau baru berakhir malam hari tidak apa-apa. Berbeda dengan masa-masa sekolah yang ingin cepat-cepat pulang sehingga lebih memilih untuk menerobos hujan. Ingin cepat-cepat pulang karena lapar, haha. Tidak sabar ingin makan masakan ibu di rumah. Selain itu, takut juga naik kereta malam-malam kalau hujannya baru reda malam hari. Sepatu basah ya tinggal masukkin ke belakang kulkas saja biar kering wkwkwk. Setelah bekerja lebih jarang lagi memakai payung. Saya dan Mba Wid pernah menunggu hingga 11 malam di kantor karena hujan baru berhenti jam segitu. Setelah itu naik ojek mobil online karena tidak ada lagi kendaraan umum. Mengapa tidak naik ojek mobil onlinenya saat hujan?

Pengingat Di Atas Meja

Saya sering menulis hal-hal yang membuat semangat di kertas lalu ditempel di atas meja. Bisa sebuah quotes , nasihat untuk diri sendiri, atau mimpi-mimpi yang ingin dicapai. Ada suatu quotes di sana yang saya suka, yang saya dapatkan saat melihat IG story teman saya beberapa bulan lalu. Dia membagikan salah satu pos dari @islamic_insight yang menghibur hati saya saat itu dan membuat saya menyusun semangat kembali.

Saat membaca pos itu saya jadi menyadari banyak hal. Saya masih bertanya-tanya kepada Tuhan mengapa saya tidak mendapatkan yang diinginkan atau mengapa diberikan ujian yang terasa berat. Saya tidak menyadari bahwa saya masih memiliki banyak kekurangan dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang masih dilakukan. Belum pantas untuk mendapatkan hal yang saya inginkan tersebut. Saya tidak berpikir positif bahwa ujian tersebut yang melatih saya untuk lebih dewasa dan juga menjadi lebih kuat lagi. Ujian yang membentuk saya menjadi pantas untuk menjadi manusia yang lebih baik sehingga pantas untuk mendapatkan sesuatu yang saya inginkan tersebut. Saya seharusnya selalu berbaik sangka dengan takdir Allah SWT, mengikhlaskan apapun yang diambil-Nya dan mensyukuri apa pun yang diberikan-Nya. Semua Insya Allah sudah diatur dengan baik. Saya perlu berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Semangat semangat semangat!