Ke Kampus Saat Pandemi

Saya sudah lama ingin ke kampus saya di Jalan Ganesha selama saya di Bandung, termasuk teman-teman saya yang lain yang kebetulan sedang di Bandung. Sayangnya tidak semua orang bisa masuk, hanya yang memiliki izin yang bisa masuk ke area kampus. Saya pernah mencoba ke sana, berdalih ingin ke ATM, namun akhirnya hanya diizinkan untuk ke ATM BNI, yang berada di dekat pos satpam. Sebenarnya bagus sih, untuk mencegah penularan virus, apalagi sebenarnya semua kegiatan belajar mengajar sudah dilaksanakan secara daring. Namun bagi saya, ke Bandung tanpa mengunjungi kampus seperti ada yang kurang. Walaupun sedang sakit, saya biasanya tetap mengunjungi kampus walau hanya untuk memandangi labtek 5 (kalau dipikir-pikir saya kurang kerjaan sekali). Mengunjungi kampus itu membangkitkan semangat lagi, mengingatkan saya berbagai kesulitan yang dialami di sini dan Alhamdulillah bisa dilewati. Mengingatkan saya juga tentang waktu yang seharusnya bisa saya pergunakan dengan lebih baik lagi.

Setelah itu saya tidak pernah mencoba masuk lagi karena sudah dipastikan tidak bisa masuk jika tidak punya izin. Saya hanya melewatinya saat meminjam sepeda Boseh yang ada di seberang parkiran sipil. Hingga suatu ketika teman saya yang bekerja dan sedang kuliah di sana menanyakan apakah saya mau mengunjungi kampus. Sebenarnya itu pertanyaan retoris, haha. Dia ingin berdiskusi dengan saya mengenai pengujian perangkat lunak. Sebenarnya diskusi ini bisa di luar kampus, namun fasilitasnya lebih bagus di gedungnya yang memiliki ruang rapat untuk menulis dan presentasi. Dia sudah bertanya ke dosennya, dan niat teman saya tersebut disambut baik. Saya diperbolehkan untuk datang ke kampus dan izin masuk kampus saya bisa diurus.

Saya diminta untuk memberikan identitas seperti nama, no KTP, email, dan no telepon. Sebenarnya diskusi niatnya dilakukan hari Minggu karena teman saya memiliki jadwal pelatihan pada hari Sabtu, namun ada kabar kalau hari Minggu belum tentu diizinkan untuk masuk kampus sehingga akhirnya permohonan izin diajukan di dua hari: Sabtu dan Minggu. Jika permohonan izin diterima, saya akan mendapat email persetujuan pada sore hari sebelumnya. Email persetujuan itu bukan langkah terakhir, saya masih harus mengisi aplikasi mawas diri (Amari) agar mendapatkan QR code yang digunakan sebagai akses masuk. Di aplikasi tersebut saya perlu mengisi identitas, tujuan dan gedung yang akan dikunjungi dan juga kondisi kesehatan terkini.

Saya sangat excited untuk masuk kampus. Akhirnya setelah beberapa bulan di Bandung bisa mengunjungi kampus. Saya merasa sangat norak XD. Kebetulan saya baru saja menemukan baju lama di kamar lama saya di Bandung. Ternyata batik SMA saya masih tersimpan di sana. Alhamdulillah masih muat (sebenarnya sudah muat kembali kata tepatnya haha). Saya pun berniat memakai batik itu untuk ke kampus karena saya ingat dulu saya pernah tidak bisa ikut study tour saat SMA. Teman-teman SMA saya berfoto menggunakan baju batik di suatu spot kampus. Saya pun berpikir kenapa saya tidak foto saja sekarang, walau feelnya beda sih, haha. Muka pun sudah tidak bisa dibohongi, tidak seperti anak SMA, haha. Akhirnya saya memakai baju batik SMA yang ternyata masih bagus dan malah jadi terlihat rapi untuk dipakai ke kampus.

Anak SMA berumur 27 tahun wkwk

Akses masuk hanya ada di gerbang utama di Jalan Ganesha. Saat masuk saya langsung disambut oleh satpam yang menanyakan apakah saya sudah memiliki QRCode. Di salah satu pilar di gerbang sudah tertempel QR scanner yang juga dilengkapi dengan pengukur suhu. Alhamdulillah QRCode saya dikenali dan suhu tubuh saya normal sehingga saya diizinkan masuk. Saya langsung berteriak senang di dalam hati wkwkwk. Kampus sangat sepi, bahkan saya hanya melihat satpam dan petugas kebersihan saat berjalan menuju gedung tujuan yang berada di samping perpustakaan pusat. Mau joget-joget di tengah jalan pun tidak ada yang terlihat memerhatikan. Oh iya, kolam intel bersih loh. Saat berjalan saya bertemu dengan beberapa kucing yang mengikuti saya dan teman saya. Sepertinya kelaparan karena tidak banyak orang di akhir minggu itu. Tidak ada sisa makanan di sampah juga karena sudah bersih. Saya tidak membawa makanan baik makanan kucing maupun manusia saat itu sehingga saya tidak bisa memberikan apa-apa. Sedih sekali sebenarnya, karena ada kucing yang terlihat lemas.

Sesampainya di gedung tujuan, ternyata pintu masuk gedung dikunci sehingga perlu mencari satpam terlebih dahulu untuk diminta dibukakan. Setelah bertemu dengan satpam yang berada di posnya, akhirnya pintu dapat dibuka. Teman saya memiliki janji untuk berdiskusi dengan mahasiswa lainnya sehingga saya menunggu di ruangannya terlebih dahulu. Keren ya sudah punya ruangan sendiri, kalau di kantor saya yang mempunyai ruangan sendiri itu yang sudah C-level hehehe. Akhirnya hari itu dilewati dengan diskusi dan foto-foto di berbagai sudut kampus (bagian dari kenorakan saya), dan jalan-jalan ke laboratorium untuk melihat alat-alat. Tidak ketinggalan promosi jurusan dari teman saya XD. Tidak terasa juga waktu tiba-tiba sudah sore padahal belum sempat membahas automation test. Alhamdulillah saya mendapat email persetujuan untuk masuk kampus kembali besoknya sehingga pembahasan automation test dilakukan di hari Minggu. Saya pun pulang setelah maghrib dan ternyata di depan labtek kembar ada lampu yang indah sekali (menurut saya).

Lampu di antara Labtek V dan Labtek VIII

Hari Minggu saya kembali ke kampus. Sebelumnya saya ke istek Salman dulu dan Alhamdulillah jam bukanya tidak mengikuti jam buka minimarket lainnya. Saya tidak membeli kaos kaki seperti biasanya, tetapi membeli makanan dan ciput rajut yang sangat murah namun bagus. Hari Minggu itu suasananya lebih sepi lagi. Satpam yang menjaga pun hanya beberapa dan tidak ada petugas kebersihan. Benar-benar seperti kampus milik sendiri, haha. Hari itu saya tidak memakai baju rapi, malah pakai baju olahraga karena memang niatnya saat itu kami akan olahraga keliling kampus sekalian melihat sudut sudut kampus yang tidak terlihat kemarin dan juga mencari kucing yang mungkin kelaparan. Saya senang sekali bisa mengenalkan Robot Framework ke teman saya, semoga benar-benar dipakai. Ternyata saya tidak lupa-luma amat dengan proses testing yang saya lakukan saat saya menjadi TE. Setelah sesi belajar selesai, saya dan teman saya akhirnya bisa dengan tenang jalan-jalan keliling kampus.

Kami niatnya sih lari ya, namun berakhir dengan lebih banyak berjalan. Kami juga berpatroli mencari kucing. Kami menemukan sekitar 28 lebih kucing (sempat lupa dihitung jadi tidak yakin). Uniknya, kucing ini lebih banyak ada di bagian tengah dibandingkan di bagian timur dan barat kampus. Kucing-kucing makan sangat lahap, mungkin karena belum makan seharian itu, huhu karena tidak ada orang. Makanan yang kami bawa itu 1 kg dan akhirnya habis. Oh iya, saat melewati area jurusan Fisika, kami mendengar kucing yang terjebak di atap dan ingin turun.

Kami mencoba berbagai cara untuk menurunkannya. Kami sudah mencoba mencari benda yang membuat kami lebih tinggi untuk mengambilnya, namun tidak bisa kami temukan. Saya sudah mencoba naik tempat sampah namun masih kurang tinggi. Mau mencari pertolongan orang lain pun tidak ada yang terlihat. Satpam ada di gerbang depan yang cukup jauh. Akhirnya kucing tersebut pun kabur dan tidak terlihat lagi walau sudah dipanggil-panggil. Akhirnya kami kembali karena sudah mau Maghrib.

Akhirnya selesai juga semua kegiatan di dua hari itu. Kami pulang sama seperti hari sebelumnya, namun saat mau keluar ternyata gedung sudah digembok hahaha. Mungkin satpam mengira sudah tidak ada orang di dalam gedung. Akhirnya kami mencari pintu keluar lainnya karena percuma saja teriak karena pos satpam cukup jauh. Kami mencoba akses lain di pintu PPNN namun ternyata juga tidak bisa dibuka dari dalam. Teman saya akhirnya ingat ada pintu darurat yang bisa dipakai untuk keluar yang berada di samping gedung. Saat pintu itu dibuka, ternyata alarm berbunyi hahaha. Seperti maling. Karena kami tidak merasa bersalah sih kami keluar saja melewati pintu tersebut. Tidak ada orang yang datang karena tidak ada orang lain atau mungkin juga satpam datang saat kami sudah menghilang wkwkwk. Tidak lupa saya mengunjungi atm BNI di seberang lapangan sipil untuk mengambil uang dengan pecahan 20ribu. Saya lupa kalau di samping kantor pun ada ATM pecahan 20ribu XD.

Senang

Setelah beberapa pos terakhir lebih banyak membahas hal yang sedih dan kesal, saya ingin menceritakan hal yang menyenangkan di pos ini. Kata orang bahagia itu sederhana. Saya setuju, tapi sederhana bagi tiap orang beda-beda. Seperti rumah makan Padang Sederhana tapi bagi sebagian orang tidak sederhana hehe. Akhir-akhir ini saya menyadari saya merasa lebih dekat dengan teman-teman saya saat pandemi ini dibandingkan sebelum pandemi. Baik dengan teman lama maupun teman kantor sekarang. Dengan waktu yang lebih banyak di rumah, teman-teman saya mudah diajak video call. Sepertinya satu minggu sekali setidaknya saya conference call (selain dengan keluarga). Jika minggu itu sudah concall dengan teman kuliah, minggu depannya bersama teman kantor, minggu depannya lagi bersama teman kuliah yang lain lagi di circle berbeda. Saya juga mendapat kenalan-kenalan baru di kosan teman saya di Bandung haha. Senang juga saat ibu-ibu yang berniaga di dekat kosan mengenali saya. Memang dasar tukang jajan dengan dalih menghidupkan ekonomi sekitar, hehe.

Saya senang saat menjadi yang paling tahu kabar teman-teman. Sebenarnya bukan sesuatu yang dibanggakan ya, tapi hal ini cukup membuat hati saya senang. Saat tiba-tiba teman saya menelepon untuk curhat sesuatu atau hanya untuk menanyakan sesuatu. Saya juga begitu, saat saya tiba-tiba merasa sepi saya langsung menelepon keluarga atau teman saya, atau saat semua sibuk saya lempar isu saja di grup, untung saja selama ini selalu ada yang menjawab, haha. Mba Wid itu biasanya mengecek saya, tidak tahu sengaja atau tidak, kalau beberapa hari saya tidak ada kabar. Alhamdulillah ya di pandemi ini teknologi sudah maju, jadi mudah untuk berkomunikasi walau sedang isolasi seperti ini.

Hal yang membuat bahagia lainnya yaitu saya sudah merasa nyaman menjadi iOS Engineer. Tidak seperti tahun sebelumnya yang saya masih khawatir. Walau saya belum jago-jago banget sih. Teman kantor saya juga siap membantu setiap saya bertanya. Namun memang masih banyak yang perlu diperbaiki. Saya masih merasa inferior dan tidak percaya diri sehingga saya tidak terlalu aktif. Memang sih setahun ini saya hanya bertarget agar saya bisa menyelesaikan masalah sendiri, belum memasang target tinggi untuk aktif. Kata Pak Kabag saya belum percaya diri karena melihat teman-teman saya yang memang jago-jago banget. Ini menjadi PR saya untuk ke depannya, banyak membaca dan berlatih lagi, agar bisa aktif memberikan solusi untuk orang lain, tidak hanya untuk diri sendiri. Semoga semangat ini bertahan lama, aamiin.

Minggu ini saya juga mendapatkan kabar bahagia dari teman saya yang akan segera menikah minggu ini di Bandung. Saya senang karena saya kebetulan sekali saya di kota yang sama sehingga memungkinkan saya bisa datang walau mungkin tidak terlalu lama. Dia itu teman saya yang sering sekali cerita kehidupan asmaranya waktu kuliah dulu. Senang akhirnya dia menemukan yang dia cari. Galaunya sudah sedari kuliah, hahaha. Tapi waktu Allah tidak pernah salah, Insya Allah sekarang adalah waktu yang tepat baginya walau sudah mengarungi banyak sungai (memangnya mencari ikan?)

Salah satu yang perlu disyukuri juga yaitu nikmat sehat. Alhamdulillah masih diberikan kesehatan dan masih dihindarkan dari COVID. Semoga kesehatan ini bisa saya manfaatkan dengan baik. Oh iya, saya juga senang karena minggu ini saya diberikan kesempatan untuk memasuki kampus. Detail kegiatannya akan saya ceritakan setelah hari H ya, wkwkw alias belum. Doakan saja dulu supaya kegiatannya lancar, aamiin. Memang bener sih, Where there is a will, there is a way. Di mana ada niat, di situ ada jalan, hehehe. Semoga kalian sehat dan hari-hari kalian menyenangkan juga ya!

Sesal dan Kesal

Karena saya mengantuk dan kesal, mari saya ceritakan saja di blog sebelum tidur. Semoga tidak menyebarkan efek negatif ke teman-teman yang membaca. Sesungguhnya saya sedikit kesal kalau melihat komentar-komentar negatif atau jahat di suatu sosial media. Memang sih di beberapa kasus memang yang dikomentari itu salah. Namun menurut saya akun yang tidak dikunci bukan menjadi alasan yang baik untuk kita bisa berkomentar seenaknya. Bukan berarti apa yang dilakukan di dunia virtual itu tidak akan dihitung amal dan dosanya di hari kemudian. Jujur kalau saya takut menyakiti hati orang lain lewat jempol saya ini. Pahala saya belum tentu banyak, tapi malah saya bagi-bagikan melalui kata-kata saya yang buruk. Kalau dipikir-pikir tidak semua orang juga sih percaya akan hari kemudian, jadi saya akan menceritakan kisah teman saya, siapa tahu bisa berempati.

Continue reading Sesal dan Kesal

Sedih

Minggu ini saya mengalami rasa kesal, resah, dan gelisah. Bukan sedang menunggu di sudut sekolah, melainkan karena kabar-kabar dan masalah yang saya hadapi minggu ini. Masalah pertama sebenarnya sederhana namun cukup mengesalkan, internet di kosan mengalami gangguan. Semakin mendekati akhir bulan, internet semakin tidak reliable. Kemungkinan karena FUP yang semakin mendekati batasnya. Posisi wfh saya sudah semakin dekat dengan router (benar-benar di depannya) tapi tentu saja tidak membuat kecepatan internet lebih baik karena akar masalahnya bukan jarak dengan routernya. Tidak jarang internet putus ditengah-tengah meeting, bahkan saat saya sedang berbicara. Masalah cukup teratasi dengan tethering dari ponsel, namun karena sinyal ponsel di kamar saya kurang bagus saya jadi keluar kamar juga dan bertemu dengan teman kosan yang bernasib sama. Ada hikmahnya juga sih, jadi ada teman kerja walaupun masing-masing sibuk sendiri. Kalau sedang longgar, kami bercerita mengenai pekerjaan masing-masing. Karena sama-sama bekerja di tempat yang bergerak di bidang IT, kami jadi banyak bertanya satu sama lain. Dan kami juga sama-sama suka jajan es krim di cuaca yang sedang tidak terlalu panas ini.

Saya juga mendapatkan kabar duka minggu ini. Bapak pemilik bengkel sepeda yang biasanya saya kunjungi meninggal dunia. Bapak yang sudah sering saya ceritakan di blog ini. Walaupun kami tidak terlalu dekat, namun di hari saya mendapat kabar tersebut saya merasa sangat sedih. Saya sudah merencanakan untuk membawa sepeda saya langsung sekembalinya saya ke Jakarta. Saya tidak tahu apakah bengkel Bapak (mister fixers) masih akan buka atau tidak, namun tentu saja akan sangat berbeda tanpa Bapak Kastono. Almarhum memberikan saya banyak tips bersepeda dan membantu saya saat kesulitan. Saya beberapa kali ke sana untuk meminjam pompa saat tidak ada pompa di kosan. Tidak dipungut biaya kalau saya memompa sendiri. Saat stang sepeda saya bengkok setelah jatuh di pagi hari sebelum bengkel buka, Almarhum mau membetulkannya sehingga saya bisa melanjutkan bersepeda. Oh iya, dari Almarhum juga saya tahu tinggi sadel yang enak buat gowes walau dengan cara yang masih tradisional yaitu dengan memberikan jarak antara sadel dengan pedal sepanjang lengan. Setelah saya mengubah posisi sadel sesuai dengan petunjuk Bapak, saya tidak mengalami lagi sakit lutut ataupun tulang ekor. Saya juga jadi mengerti alasan pesepeda banyak yang menepi di trotoar saat lampu merah, tidak seperti saya yang sebelumnya ikut-ikutan motor di tengah karena posisi sadel yang belum tinggi. Terimakasih Pak, ilmu dari Bapak Insya Allah tidak akan terlupa dan saya tidak akan ngebut-ngebut lagi seperti pesan Bapak.

Hal lain yang membuat saya resah adalah kasus positif di perumahan tempat tinggal orang tua saya yang semakin bertambah dan mendekat. 3 rumah berderet di jalan sebelah sudah terkena, mungkin karena berinteraksi saat belum diketahui salah satunya positif COVID. Saya khawatir dengan orang tua saya yang umurnya sudah tidak muda lagi. Terlebih lagi ayah saya, yang merupakan mantan perokok berat saat saya masih kecil. Saya takut jika sudah tertular akan mengakibatkan komplikasi di paru walaupun belum tentu juga. Secara statistik saya yang lebih parah kalau sudah batuk dibanding ayah saya. Ayah saya sebenarnya termasuk orang yang tidak tahan untuk berdiam di rumah saja. Dulu sebelum Covid pasti setiap hari ke Jakarta untuk belajar dan mengajar Bahasa Arab. Untungnya teknologi sudah canggih sehingga ayah saya masih bisa melakukan kegiatan sehari-harinya tersebut secara daring. Rumah sudah disulap agar ada pojokan untuk papan tulis jadi ayah saya bisa menulis di sana. Ayah saya pun sekarang sedang mengambil S1 di jurusan Bahasa Arab sambil mengajar sehingga di rumah pun sudah sibuk. Ayah saya dulu lulusan STM jurusan teknik bangunan yang sempat berkuliah beberapa semester namun tidak sampai lulus karena terkendala biaya. Mungkin dulu informasi beasiswa belum terlalu marak seperti sekarang. Ayah saya akhirnya menemukan passionnya untuk mempelajari Bahasa Arab dan selama ini belajar otodidak. Saya sebenarnya terkejut saat ayah saya mengabarkan kalau sedang ambil S1, mau jadi professor katanya. Saya jadi tersindir, saya merasa cita-cita saya menjadi professor saat masa kecil dulu sudah tidak mungkin dicapai, padahal umur saya tergolong masih muda, dibandingkan dengan ayah saya yang sudah 62 tahun.

Ada beberapa kabar yang sedih juga berseliweran di media sosial dan media komunikasi. Satu persatu teman saya mengabarkan kabar duka. Masjid di dekat rumah pun sudah dua kali memberitakan kabar duka melalui toa masjid. Ingin sekali pandemi ini segera berakhir. Semoga pembaca, teman-teman, dan keluarga senantiasa diberikan kesehatan sehingga kita semua bisa bisa melewati pandemi ini dengan kuat. Semoga kita semua bisa bertemu dan berkumpul kembali tanpa rasa takut dan khawatir. Aamiin

Masa Kini, Masa Gitu

Setelah beberapa pos belakangan ini saya lebih banyak membahas masa lalu, mari kita kembali ke masa kini. Terhitung 308 hari sudah berlalu dari masa Work Form Home ini dimulai. Belum genap setahun tapi rasanya sudah lama sekali. Teman-teman dekat saya satu persatu meninggalkan Jakarta hingga sekarang setahu saya sudah tidak ada lagi yang tersisa di Jakarta kecuali teman kosan yang memang masih WFO. Teman kantor saya, Fani dan Mba Wid sudah pergi terlebih dahulu di bulan awal WFH. Teman yang selama ini bertahan di Jakarta juga yaitu Junita dan Olin sudah relokasi. Olin pulang ke Kediri dan Junita ke Bandung. Saya sendiri sudah pindah lokasi WFH ke Bandung selama 2 bulan lebih dengan membawa suatu misi.

Continue reading Masa Kini, Masa Gitu

Jauh Dekat

Beberapa orang ada yang pernah bilang ini kepada saya : “Ini mah jauh Jul!”. Persepsi saya terhadap jauh dan dekat memang agak berbeda dengan orang lain. Tempat yang masih bisa dicapai dengan berjalan kaki tanpa lelah menurut saya itu dekat. Kalau luar kota, tempat yang masih bisa dilewati KRL juga bisa dianggap dekat. Sebenarnya bukan saya saja yang berpikiran seperti itu, ayah, ibu, dan adik-adik saya mungkin juga seperti itu. Sepertinya pengaruh besarnya adalah ayah saya. Ayah saya itu gemar sekali berjalan jauh. Saat masih muda dulu, sebelum kepala 6 seperti sekarang, ayah saya gemar berjalan kaki pagi-pagi setelah subuh tanpa alas kaki. Biar sehat katanya. Kadang pakai sandal refleksi 😂. Kalau saya sakit, ayah saya selalu berpesan untuk jalan pagi menghirup udara segar dalam-dalam dan mengeluarkannya. Menikmati udara pagi.

Continue reading Jauh Dekat

Asal Usul

Empat mahasiswi tahun pertama di kampus G yang sama-sama memiliki 2 kata pada namanya, AD, YA, WR, dan RN sedang duduk di kantin yang tidak lurus. Mereka sedang menunggu jam pelajaran berikutnya yang akan diadakan di gedung terdekat dengan kantin tersebut. Salah satu dari mereka mencurahkan isi hatinya di tengah waktu tunggu tersebut, kurang lebih seperti ini percakapan mereka:

Continue reading Asal Usul

COVID-19 Test

Saya ingin menceritakan pengalaman saya ikut tes deteksi COVID selama ini. Mungkin sebenarnya sudah banyak yang sudah mengikuti tes Covid ini, baik rapid test antibodi, antigen, maupun PCR. Saya kebetulan sudah mengikuti ketiganya masing-masing satu, masing-masing untuk kebutuhan yang berbeda dengan harga yang tentunya berbeda juga. Sebenarnya pengalaman mengikuti rapid test antibodi sudah pernah saya ceritakan di sini, namun akan saya ceritakan lagi sedikit agar perbandingan kebutuhan saya di masing-masing tes bisa terlihat.

Continue reading COVID-19 Test

Pemimpi Kelas Paus

Di cerita-cerita sebelumnya saya pernah bercerita tentang masa-masa sekolah saya. Selama sekolah, terutama masa SMP dan SMA, saya merasa tidak punya banyak teman karena tidak aktif berorganisasi. Kebetulan juga saya ditempatkan di kelas yang mayoritas siswanya tidak berubah sehingga dari kelas pertama hingga lulus circle saya itu-itu saja. Namun saya beruntung karena saya naik kereta untuk ke sekolah, jadi saya memiliki circle tambahan selain dari teman-teman sekelas. Karena dulu jadwal kereta ke Bogor itu cuma satu yang paling sesuai dengan jam masuk sekolah, jadi pelajar yang bersekolah di Bogor (dan kebanyakan berasal dari Bojonggede) berangkat dengan kereta yang sama. Setiap orang punya tempat menunggu kereta yang sama setiap harinya termasuk saya, jadi saya hafal tempat untuk menemukan teman-teman saya. Saya dan teman-teman saya biasanya menunggu di tengah karena biasanya lebih longgar. Tempat pintu keluar di stasiun Bogor ada di depan dan di belakang, sehingga lebih banyak orang yang naik di kereta paling depan atau belakang. Saya dan teman-teman saya sih santai saja, yang penting keretanya tidak terlambat jadi masih tepat waktu untuk sampai ke sekolah.

Saat SMA saya memiliki semacam geng sendiri. Sebenarnya kalau dinamakan geng seperti terkotak-kotak ya, tapi kenyataannya begitu, haha. Saya memiliki teman yang cukup dekat karena kondisi geografis, alias tempat duduk kami selalu berdekatan. Tidak seperti waktu SMP, saat SMA tempat duduk sangat dibebaskan. Bentuk tempat duduknya wajar juga, tidak seperti SMP yang dibentuk berkelompok dengan letter U. Waktu SMP itu sepertinya awal-awal kurikulum KTSP yang banyak sekali diskusi kelompoknya. Saat SMA, saya hampir duduk di tempat yang sama dengan orang yang sama dan tetangga yang sama hahahaha. Karena sering bersama dan berkelompok bareng, saya, teman sebangku saya, dan teman meja depan dan belakang (Nita, Nisoph, Andin, Arif, Bani) jadi semacam membentuk geng sendiri. Namanya PQR. Kepanjangannya rahasiaaa. Nita teman sebangku saya, Nisoph dan Andin teman di bangku depan, Bani dan Arif teman di bangku belakang.

Continue reading Pemimpi Kelas Paus

Kebaikan

Mungkin teman-teman pernah mendengar hadist ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya mulai matahari terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang (yang berselisih) adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah.”

(HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 2989 dan Muslim, no. 1009]

Saya sering mendengarnya saat mengikuti pengajian, namun yang paling saya ingat adalah bagian kalimat terakhirnya yaitu kita bisa bersedekah dengan menyingkirkan rintangan di jalan. Menyingkirkan rintangan itu bisa dengan memungut dahan atau sampah yang bisa mengganggu jalan. Guru saya sih bilang (seingat saya) salah satu hikmah dari hadist itu adalah melakukan hal baik sekecil apapun tetaplah kebaikan. Kita harus sering berbuat baik karena kita tidak tahu kebaikan mana yang membawa kita ke syurga. Mungkin teman-teman juga pernah mendengar kisah seorang wanita pelacur yang diampuni oleh Allah SWT karena memberi minum seekor anjing. Bahkan saya juga pernah mendengar kisah ahli ibadah yang masuk neraka karena mendahului Allah SWT dengan memberikan vonis kepada seorang pendosa bahwa dia tidak akan masuk syurga.

Sepertinya masyarakat sekitar kosan saya yang sekarang ini memahami hadist ini. Sebenarnya belum tentu juga sih, tapi mungkin karena saya terbiasa di Jakarta yang lebih individualis. Saya jadi merasa orang-orang di sini terlalu baik bahkan mudah mengingat nama orang dari hanya sekali bertemu padahal saya memakai masker dan di pertemuan berikutnya saya memakai baju yang berbeda (atau memang saya terlalu khas ya jadi mudah dikenali). Saya sepertinya sering sekali tidak punya uang receh atau bahkan pernah uangnya kurang karena salah menghitung. Sudah kesekian kalinya akhirnya kekurangan saya diikhlaskan. Kalau tidak ada kembalian juga begitu, yang membuat saya sekarang selalu mempersiapkan uang lebih receh kalau mau membeli sesuatu (tidak semua warung menerima uang digital). Oh iya, kemarin saya sedang mencari tempat memotong kartu SIM dan memang sekarang sedikit sulit menemukan konter pulsa sehingga saya berjalan cukup jauh dari rumah. Saya akhirnya menemukan suatu konter di dekat pasar. Bapak penjaga konternya dengan senang hati memotong kartu saya dengan alatnya bahkan membantu saya yang kesulitan untuk memasangnya, wkwk. Dia tidak meminta uang sepeser pun. Entah memang semua orang baik atau kebetulan saja yang saya temui adalah orang baik.

Saat mengikut MGBTalks 1-2 minggu yang lalu, hadist di atas juga dibahas namun dengan melihat dari arah sebaliknya. Jika memungut sampah di jalan mendapatkan pahala maka jika kita yang menyebabkan sampah itu bisa berarti kita berbuat dosa. Inti dari talks itu adalah untuk mengajak kita untuk lebih sedikit menyampah (less waste). Saya sedikit tertohok karena selama saya di Bandung saya terlalu banyak menggunakan plastik. Saya lupa dengan kebiasaan di Jakarta untuk selalu membawa tote bag sendiri. Peraturan di Jakarta sangat ketat, benar-benar tidak disediakan plastik. Bahkan di pasar tradisional pun begitu. Kalau kita tidak membawa tas sendiri bisa-bisa tidak jadi belanja atau malah berakhir membeli tas lagi yang dijual di sana. Saat awal-awal kebijakan, saya sering lupa membawa tas belanja sehingga saya malah membeli tas belanja lagi di tempat dan menumpuknya. Kalau seperti itu sih tidak jauh beda dengan plastik. Yang penting itu menggunakannya berkali-kali, bukan menggunakan media lain yang karakteristiknya berbeda. Di Bandung itu kebijakan menggunakan plastik itu masih sebatas membayar. Saya pun kembali ke kebiasaan lama saya karena sering terlupa dan plastik masih disediakan. Sekarang Insya Allah tas belanja akan selalu dibawa bersamaan dengan payung dan dompet di dalam tas.

Oh iya pos ini masih dalam rangka 30 hari bercerita. Hampir saja saya melewatkan hari ini haha. Semoga tulisan besok bisa lebih baik, aamiin